Rabu, 15 Juni 2011
Sekilas tentang Biografi KH. R. Z. Fananie
KH. R. Zainuddin Fananie lahir di Gontor Ponorogo Jawa Timur pada tanggal 23 Desember 1905. Putera keenam Kiyai Santoso Anom Besari. Silsilah KH. R. Zainuddin Fananie terhubung dengan Kiyai Tegalsari, Khalifah Hasan Besari. Kiyai Khalifah Tegalsari mengambil menantu Kiyai R.M. Sulaiman Djamaluddin, keturunan ke-IV Keraton Cirebon. Kiyai R.M. Sulaiman Djamaluddin mempunyai putera Kiyai Archam Anom Besari. Kiyai Archam Anom Basari mempunyai putera Kiyai R. Santosa Anom Besari yang bertempat tinggal di Ponorogo, Gontor, Jawa Timur. Istri Kiyai R. Santosa Anom Besari, Bu Nyai Santosa Anom Besari, merupakan keturunan Kanjeng Bupati SurodiningratPasangan inilah yang melahirkan KH. R. Zainuddin Fananie.
Riwayat pendidikan KH. R. Z. Fananie, panggilan KH. R. Zainuddin Fananie, mula-mula masuk Sekolah Dasar Ongko Loro Jetis Ponorogo, dan sementara itu mondok di pondok pesantren Josari Ponorogo, kemudian ke Termas Pacitan, lalu ke Siwalan Panji Sidoarjo. Dari sekolah Ongko Loro beliau pindah ke Sekolah Dasar Hollandshe Inlander School (HIS), kemudian melanjutkan ke Kweekschool (Sekalah Guru) di Padang. Sesudah tamat sekolah guru beliau masuk Leider School (Sekolah Pemimpin) di Palembang. Selain itu, beliau pernah belajar pada Pendidikan Jurnalistik dan Tabligh School (Madrasah Muballighin III) di Yogyakarta, dan selesai pada tahun 1930
KH. R. Z. Fananie mempunyai segudang pengalaman. Beliau pernah menjadi guru di HIS sejak 1926 sampai 1932, dan mengajar di School Opziener di Bengkulen sampai tahun 1934. Pada tahun 1929, KH. R. Z. Fananie mengemban amanah sebagai konsul pertama Pengurus Besar Ormas Islam Muhammadiyahse-Sumatra Selatan. Sementara dua sahabatnya, Buya Hamka dan Mahfudz Siddik, masing-masing bertugas di Sumatra Utara dan Sumatra Barat. KH. R. Z. Fananie, yang disebut-sebut sebagai tokoh Islam modernis, memilih 4 Ulu Kota Palembang sebagai pusat kegiatan.[3]Selain aktifitas di Ormas, KH. R. Z. Fananie, yang juga kerap disebut sebagai tokoh muda reformis, bergabung dengan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Mestika Zed seorang peneliti LP3ES menegaskan, KH. R. Z. Fananie merupakan salah satu tokoh PSII yang memiliki pengaruh sampai dengan periode Proklamasi Kemerdekaan.
Pada tahun 1942 KH. R. Z. Fananie pernah menjadi Kepala Penasehat Kepolisian Palembang hingga tahun 1943. Setahun kemudian menjabat pimpinan Kantor Keselamatan Rakyat di Palembang. Setelah itu dipilih menjadi Kepala Kantor Tata Usaha Kantor Sju Tjokan.[6]Pada masa detik-detik revolusi, KH. R. Z. Fananie ikut terlibat menentukan formasi kepemimpinan Hookokai di Palembang dalam “Badan Pemerintahan Bangsa Indonesia” (BPBI). Menurut Mestika Zed, tokoh pergerakan KH. R. Z. Fananie merupakan salah satu pemain utama yang mengisi cikal-bakal aparatur pemerintahan Karesidenan Palembang.[7]Pada awal revolusi 1945, KH. R. Z. Fananie sendiri menempati posisi Kepala Bagian Sosial, sedangkan Ny. R. Z. Fananie memegang posisi Bidang Wanita.[8]Di sini, KH. R. Z. Fananie menempati posisi sebagai wakil atau refresentasi tokoh nasionalis moderat dari kelompok Islam.[9]
KH. R. Z. Fananie ikut andil dalam revolusi Palembang. Masalah transportasi dan komunikasi menjadi kendala utama dalam mensosialisasikan revolusi di pedalaman. Tidak banyak orang kota yang mampu berbicara di depan masa petani. Mereka sulit membangkitkan gairah revolusi apalagi menerangkan soal-soal rumit berkaitan dengan politik kenegaraan. Badan pemerintahan hanya dapat mengandalkan segelitir tokoh nasionalis Islam semisal KH. R. Z. Fananie, yang pada masa sebelumnya banyak terlibat dalam badan propaganda Jepang.[10]H.M. Hasyim R., sekretaris Komite Nasional Indonesia (KNI), dan Kemas Usman Adil, ketua Barisan Pelopor Republik Indonesia, atau Barisan Pemuda Republik Indonesia (BPRI) Pagar Alam, menyebut KH. R. Z. Fananie sebagai salah seorang yang aktif melakukan perjalanan keliling ke daerah pedalaman. KH. R. Z. Fananie menyampaikan pesan dari Palembang di setiap kota kecil yang disinggahi –Prabumulih, Lahat, Tebing Tinggi, dan Lubuk Linggau. Pesan yang disampaikan menyangkut bagaimana mengumpulkan pimpinan-pimpinan BKR (bekas anggota Hookokai),[11]mendirikan BPRI, dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Pada Januari 1946 digelar sidang pertama Komite Nasional Indonesia (KNI), yang telah menyandang nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Keputusan sidang menetapkan KH. R. Z. Fananie sebagai Badan Pekerja Harian (BPH) DPR.[12]Disebutkan pula bahwa sejak tanggal 8 April 1953 KH. R. Z. Fananiediangkat oleh presiden menjadi anggota "Panitia Negara Perbaikan Makanan". Empat bulan setelah itu tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1953 menduduki Kepala Jawatan Bimbingan dan Perbaikan Sosial pada Kementerian Sosial. Masih pada tahun yang sama beliau menjabat Inspektur Kepala, Kepala Inspeksi Sosial Jawa Baratdan Sumatra Selatan. Sejak tanggal 19 Januari 1956 mendapat kepercayaan menjadi Kepala Bagian Pendidikan Umum Kementerian Sosial. Pada pertengahan bulan Januari 1959 menjabat Kepala Kabinet Menteri Sosial. Setahun kemudian yaitu pada tanggal 12 Agustus 1957 menjadi Kepala Jawatan Pekerjaan Sosial. Dalam pada itu, KH. R. Z. Fananie tercatat mengikuti Rapat Paripurna III Musyawarah Pembantu Perencanaan Pembangunan Nasional (MUPPENAS), tanggal 29 Juni 1965 di Gedung MPRS Bandung. Terakhir adalah sebagai anggota BPP-MPRS sampai tahun 1967.[13]
Semasa kerja di pulau Andalas (Sumatra), KH. R. Z. Fananie bertemu dengan pasangan hidup beliau, Hj. Rabiah M. (1915-2007). Pada tanggal 21 Juli 1967, KH. R. Z. Fananie meninggal dunia di kediaman beliau di Jakarta, meninggalkan seorang istri dan seorang putera semata wayang, KH. Drs. Rusdi Bey Fananie (Anggota Badan Wakaf Pondok Modern Gontor).
KH. R. Zainuddin Fananie, bersama kakak dan adik kandung beliau, yakni KH. Ahmad Sahal dan KH. Imam Zarkasyi, yang tergabung dalam TRIMURTI (Tiga Serangkai), merintis pendirian Kuliyatul Mu’alimin al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur, pada tahun 1936. Program yang mula pertama diselenggarakan adalah Tarbiyatul Athfal (TA), pendidikan anak-anak bagi masyarakat Gontor, yang ditangani langsung oleh Pak Sahal (sapaan akrab KH. Ahmad Sahal). Setelah jumlah alumni TA sudah banyak, untuk memenuhi jenjang pendidikan selanjutnya, dibukalah Sullamul Muta’allimin (Tangga Bagi Para Siswa) pada tahun 1932.
KH. R. Z. Fananie memiliki berbagai gagasan tentang pendidikan modern. Gagasan-gagasan itu ditulis sendiri oleh KH. R. Z. Fananie dan dibantu oleh KH. Imam Zarkasyi dalam bentuk buku yang diberi judul “Pedoman Pendidikan Modern”. Buku ini terbit pada tahun 1934 sebelum KMI didirikan pada tahun 1936. Semua orang tentu mafhum yang disebut modern pada saat itu adalah Barat. Dengan kata lain, pendidikan modern berarti pendidikan mengikuti model Barat, yang dalam konteks Indonesia diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda.Sedangkan pesantren-pesantren yang ada umumnya dikenal sebagai sebagai lembaga pendidikan tradisional.]KH. R. Z. Fananie memiliki peran besar dalam perubahan model pendidikan dari tradisional (klasik) ke modern. Sebab, beliau langsung merasakan dan mengalami pendidikan model Barat. Perlu ditegaskan di sini bahwa, dalam proses modernisasi di Gontor, peran KH. R. Z. Fananie secara konseptual sangat menonjol setelah penulisan buku yang ada di tangan pembaca ini.
Buku Pedoman Pendidikan Modern ditulis ketika pengarangnya sedang bertugas di Sumatra. KH. R. Fananie mempunyai relasi dengan berbagai golongan, tak terkecuali para ahli pendidikan. Beliau mempunyai hubungan yang sangat baik dengan Mahmud Yunus, yang dapat dipandang sebagai salah seorang pelopor pendidikan Islam modern di Indonesia. Pertemuan ini yang bisa jadi mendorong beliau untuk membekali sang adik, KH. Imam Zarkasyi, dengan pendidikan modern, yaitu dengan menganjurkan sang adik ini belajar di Normal School Padang, di bawah bimbingan Mahmud Yunus. Mengingat buku ini terbit sebelum adanya program KMI, dipastikan ia merupakan kerangka konseptual dari program modernisasi pendidikan di Gontor. Dengan kata lain, KMI merupakan ramuan antara pengalaman dan konsep yang terkandung dalam buku ini.
KH. R. Z. Fananie merupakan ulama produktif yang melahirkan sejumlah karya. Selain “Pedoman Pendidikan Modern” (1934), KH. R. Z. Fananie menerbitkan buku-buku lain, seperti: “Pedoman Penangkis Crisis” (1935); “Sendjata Pengandjoer dan Pemimpin Islam” (1937); “Pengetahuan tentang Karang Mengarang dan Jurnalistik”; “Kesadaran dan Pedoman Suami Istri, Suluh Rakyat Indonesia”; “Ilmu Guru dan Soal Perguruan”; “Kursus Agama Islam”; “Ketinggian Martabat Islam”; “Islam Berhadapan dengan Dunia”; dan “Permenungan antara Islam dan Kristen”.
fananie-center.org
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar