Sabtu, 30 April 2011

ISTIQOMAH

عن أبي عمرو وقيل : أبي عمرة سفيان بن عبدالله الثقفي رضي الله عنه – قال : يا رسول الله , قل لي في الإسلام قولاً لا أسأل عنه أحداً غيرك, قال ” قل آمنت بالله ثم استقم ” رواه مسلم

.

Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata : ” Aku telah berkata : ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “.

[Muslim no. 38]

Kalimat “katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu”, maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku satu kalimat yang pendek, padat berisi tentang pengertian Islam yang mudah saya mengerti, sehingga saya tidak lagi perlu penjelasan orang lain untuk menjadi dasar saya beramal. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Katakanlah : ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “. Ini adalah kalimat pendek, padat berisi yang Allah berikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Dalam dua kalimat ini telah terpenuhi pengertian iman dan Islam secara utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk selalu memperbarui imannya dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta menyuruh dia secara teguh melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua dosa. Hal ini karena seseorang tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang walaupun hanya sebentar. Hal ini sejalan dengan firman Allah : “Sesungguhnya mereka yang berkata : Allah adalah Tuhan kami kemudian mereka istiqamah……”.(QS. Fushshilat : 30)
yaitu iman kepada Allah semata-mata kemudian hatinya tetap teguh pada keyakinannya itu dan taat kepada Allah sampai mati.

‘Umar bin khaththab berkata : “Mereka (para sahabat) istiqamah demi Allah dalam menaati Allah dan tidak sedikit pun mereka itu berpaling, sekalipun seperti berpalingnya musang”. Maksudnya, mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagian besar ketaatannya kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan dan mereka terus-menerus berbuat begitu (sampai mati). Demikianlah pendapat sebagian besar para musafir. Inilah makna hadits tersebut, Insya Allah.
Begitu pula firman Allah : “Maka hendaklah kamu beristiqamah seperti yang diperintahkan kepadamu”.(QS. Hud : 112)

Menurut Ibnu ‘Abbas, tidak satu pun ayat Al Qur’an yang turun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dirasakan lebih berat dari ayat ini. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda :
“Aku menjadi beruban karena turunnya Surat Hud dan sejenisnya”.

Abul Qasim Al Qusyairi berkata : “Istiqamah adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua urusan. Dengan istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti sia-sia dan gagal”. Ia berkata pula : “Ada yang berpendapat bahwa istiqamah itu hanyalah bisa dijalankan oleh orang-orang besar, karena istiqamah adalah menyimpang dari kebiasaan, menyalahi adat dan kebiasaan sehari-hari, teguh di hadapan Allah dengan kesungguhan dan kejujuran. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Istiqamahlah kamu sekalian, maka kamu akan selalu diperhitungkan orang’.

Al Washiti berkata : “Istiqamah adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini rusaklah kepribadian seseorang”.
Baca Selengkapnya >>

ANJURAN ZUHUD

عن ابي العباس سهل بن سعد الساعدي – رضي الله عن – قال : جاء رجل إلى النبي صلى الله علية و سلم فقال : يا رسول الله الله ، دلني على عمل إذا عملته احبني الله و احبني الناس فقال : – ازهد في الدنيا يحبك الله ، وازهد فيما عند الناس يحبك الناس- حديث حسن رواه ابن ماجه و غيره باسانيد حسنه


Dari Abul ‘Abbas, Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang jika aku mengerjakannya, maka aku dicintai Allah dan dicintai manusia’. Maka sabda beliau : ‘Zuhudlah engkau pada dunia, pasti Allah mencintaimu dan zuhudlah engkau pada apa yang dicintai manusia, pasti manusia mencintaimu”. (HR. Ibnu Majah dan yang lainnya, Hadits hasan)

[Ibnu Majah no. 4102]



Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menganjurkan supaya menahan diri dari memperbanyak harta dunia dan bersikap zuhud.
Sabda beliau :
“Jadilah kamu di dunia ini laksana orang asing atau pengembara”.

Sabda beliau pula :
“Cinta kepada dunia menjadi pangkal segala perbuatan dosa”.

Sabda beliau ;
“Orang yang zuhud dari segala kesenangan dunia menjadikan hatinya nyaman di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang yang mencintai dunia hatinya menjadi resah di dunia dan di akhirat”.

Ketahuilah bahwa orang yang tinggal di dunia ini adalah tamu dan kekayaan yang di tangannya adalah pinjaman. Sedangkan tamu itu akan pergi dan barang pinjaman harus dikembalikan. Dunia ini bekal yang bisa digunakan oleh orang baik dan orang jahat. Dunia ini dibenci oleh orang yang mencintai Allah, tetapi dicintai oleh para penggemar dunia. Maka siapa yang bergabung bersama pecinta dunia, dia akan dibenci oleh pecinta Allah.

Beliau menasihatkan kepada penanya agar menjauhkan diri dari menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain. Jika seseorang ingin dicintai lalu meninggalkan kecintaannya kepada dunia, maka mereka tidak mau berebut dan bermusuhan hanya karena mengejar kesenangan dunia.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai cita-citanya, maka Allah akan menyatukan kemauannya, hatinya dijadikan merasa kaya dan dunia datang kepadanya dengan memaksa. Sedangkan barang siapa yang bercita-cita mendapatkan dunia, maka Allah menjadikan kemauannya berantakan, kemiskinan senantiasa membayang di pelupuk matanya, dan dunia hanya didapatnya sekadar apa yang telah ditaqdirkan baginya”.

Orang yang beruntung yaitu orang yang memilih kenikmatan abadi daripada kehancuran yang ternyata adzabnya tiada habis-habisnya.
Baca Selengkapnya >>

DOSA SELAIN SYIRIK AKAN DIAMPUNI

DOSA SELAIN SYIRIK AKAN DIAMPUNI

عن أنس رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول – قال الله تعالى : يا بن ادم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان ولا أبالي , يا بن ادم لو بلغت ذنوبك عنان السماء ثم استغفرتني غفرت لك , يا بن ادم إنك لو أتيتني بقراب الأرض خطايا ثم لقيتني لا تشرك

بي شيئاً لأتيتك بقرابها مغفرة – رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح


Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih)

[Tirmidzi no. 3540]



Hadits ini berisikan kabar gembira, belas kasih dan kemurahan yang besar. Tidak terhitung banyaknya karunia, kebaikan, belas kasih dan pemberian Allah kepada hamba-Nya. Yang semakna dengan Hadits ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Allah lebih bergembira atas tobat seorang hamba-Nya daripada (kegembiraan) seseorang di antara kamu yang menemukan kembali hewannya yang hilang”.

Dari Abu Ayyub ketika ia hendak wafat ia berkata : Saya telah merahasiakan dari kalian sesuatu yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu saya mendengar beliau bersabda : “Sekiranya kamu sekalian tidak mau berbuat dosa, niscaya Allah akan menggantinya dengan makhluk lain yang mau berbuat dosa, lalu Allah memberi ampun kepada mereka”.

Juga banyak Hadits lain yang semakna dengan Hadits ini.
Sabda beliau “wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku” semakna dengan sabda beliau : “Aku senantiasa mengikuti anggapan hamba-Ku kepada-Ku. Oleh karena itu, hendaknya ia mempunyai anggapan kepada-Ku sesuai kesukaannya”.

Telah disebutkan bahwa bila seorang hamba (manusia) telah berbuat dosa kemudian menyesal, misalnya dengan mengatakan : “Wahai Tuhanku, aku telah berbuat dosa, karena itu ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosaku kecuali Engkau”. Maka Allah akan menjawab : “Hamba-Ku mengakui bahwa dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosanya dan menghukum kesalahannya, karena itu Aku persaksikan kepada kamu sekalian bahwa Aku telah memberikan ampunan kepadanya”. Kemudian hamba itu berbuat seperti itu kedua atau ketiga kalinya, lalu Allah menjawab seperti itu setiap kali terulang kejadian itu. Kemudian Allah berfirman: “Berbuatlah sesukamu, karena Aku telah mengampuni kamu” maksudnya ketika kamu berbuat dosa kemudian kamu mohon ampun.

Ketahuilah, syarat bertobat itu ada tiga, yaitu meninggalkan perbuatan maksiatnya, menyesali yang sudah terjadi dan bertekad tidak akan mengulangi. Jika kesalahan itu berkaitan dengan sesama manusia, maka hendaklah ia segera menunaikan apa yang menjadi hak orang lain atau minta dihalalkan. Jika berkaitan dengan Allah, sedangkan di dalam urusan tersebut ada sanksi kafarat, maka hendaklah ia segera menunaikan pembayaran kafarat. Ini adalah syarat keempat. Sekiranya seseorang mengulangi dosanya berkali-kali dalam satu hari dan ia melakukan tibat sesuai dengan syarat tersebut, maka Allah akan mengampuni dosanya.

Sabda beliau (Allah berfirman) : “maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi” maksudnya engkau mengulangi perbuatan dosa kamu dan Aku tidak mempermasalahkan dosa-dosamu itu.

Sabda beliau (Allah berfirman) : “Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu” maksudnya adalah sekiranya dosa beberapa orang dikumpulkan, kemudian memenuhi ruang antara langit dan bumi. Hal ini menunjukkan seberapa pun besarnya dosa, tetapi kemurahan, belas kasih Allah pengampunan-Nya jauh lebih luas dan lebih besar, sehingga tidak berimbang antara dosa dan pengampunan dan siat keagungan Allah ini tidak terhingga, sehingga dosa yang memenuhi alam ini tidak mengalahkan sifat pemurah dan pengampunan-Nya.

Sabda beliau (Allah berfirman) : “Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula” maksudnya adalah engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sebesar bumi.

Kalimat “kemudian engkau menemui Aku” maksudnya engkau mati dalam keadaan beriman, tanpa sedikit pun menyekutukan Aku dengan apa pun tiada rasa senang bagi orang mukmin yang melebihi rasa senangnya saat ia bertemu Tuhannya. Allah berfirman : “Sungguh, Allah tidak mengampuni orang yang menyekutukan-Nya, tetapi mengampuni dosa selain dari itu kepada siapa yang dikehendaki”. (QS 4 : 48)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Tidaklah dikatakan terus-menerus berbuat dosa orang yang mau meminta ampun, sekalipun dia mengulangi tujuh puluh kali dalam sehari”.
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Mempunyai anggapan baik kepada Allah termasuk beribadah yang baik kepada Allah”.
Baca Selengkapnya >>

Perang Badar Besar

Di bulan Ramadhan tahun ke dua Hijriyah, terjadi perang Badar yang besar. Dan penyebabnya adalah Nabi r keluar bersama 313 orang untuk menghalangi rombongan unta yang besar milik kaum Quraisy, saat kembali dari Syam. Abu Sufyan t adalah pemimpin kafilah ini dalam kondisi sangat hati-hati dan waspada. Dia selalu bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya tentang gerakan kaum muslimin, hingga ia mengetahui keluarnya mereka dari kota Madinah, dan ia dekat dari Badar. Maka ia memindah arah rombongan kafilah ke arah Barat agar melewati jalan pesisir dan meninggalkan jalan Badar yang dipenuhi bahaya. Kemudian mengutus seorang laki-laki mengabarkan kepada penduduk Makkah bahwa harta mereka berada dalam bahaya dan sesungguhnya kaum muslimin telah siap menyerang kafilah mereka.

Tatkala berita itu sampai kepada penduduk Makkah, mereka bersiap-siap untuk menolong Abu Sufyan. Tidak ada yang tertinggal dari pemuka mereka selain Abu Lahab. Mereka berkumpul dari semua kabilah, dan tidak ada yang tertinggal dari kabilah Quraisy selain bani Adi.

Dan saat pasukan ini sampai di Juhfah, mereka mengetahui selamatnya Abu Sufyan dan ia meminta mereka kembali ke kota Makkah. Dan sebagian mereka ingin pulang, namun Abu Jahal mendorong mereka agar terus maju berperang. Maka Bani Zuhrah pulang dan mereka berjumlah 300 orang. Sedangkan yang lainnya meneruskan perjalanan dan mereka berjumlah 1.000 orang pasukan, hingga mereka singgah di luar Badar, di tempat yang luas di belakang gunung yang mengelilingi Badar.

Adapun Rasulullah r, ia musyawarah dengan para sahabatnya, maka ia r mendapatkan dari mereka semangat dan keteguhan untuk berjuang dan berkorban fi sabilillah. Maka Rasulullah r merasa senang dan bersabda:

سِيْرُوا وَأَبْشِرُوا، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ وَعَدَنِي إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ، وَاللهِ لَكَأَنِّي أَنْظُرُ الآنَ إِلَى مَصَارِعِ الْقَوْمِ”.

“Berjalan dan bergembiralah, sesungguhnya Allah I telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua golongan. Demi Allah, sekarang seolah-olah aku melihat terjungkalnya kaum (Quraisy).

Nabi r maju dan singgah di dekat lembah yang rendah di Badar. Al-Habbab bin Mundzir t menyarankan agar maju lalu singgah di tempat paling dekat air dari pada musuh. Di mana kaum muslimin mengumpulkan air di telaga untuk diri mereka sendiri. Lalu membiarkan musuh tanpa mempunyai air. Maka Nabi r menerima saran Habbab t dan melakukannya.

Di Malam Jum’at, yaitu di malam perang Badar, di malam tujuh belas Ramadhan, Nabi r berdiri shalat, menangis dan berdoa kepada Allah I serta memohon pertolongan kepada-Nya atas musuh-musuh-Nya.

Dalam Musnad, dari Ali bin Abu Thalib t, ia berkata, ‘Sungguh aku melihat kami, dan tidak ada di antara kami kecuali tertidur kecuali Rasulullah r di bahwa pohon, shalat dan menangis hingga subuh.

Dan padanya juga, ia berkata, ‘Kami ditimpa hujan –maksudnya di malam Badar-, maka kami berlindung di bawah pohon dan perisai, untuk berteduh dengannya dari hujan. dan semalam suntuk Rasulullah r berdoa kepada Rabb-nya dan berkata:



‘Jika golongan ini binasa niscaya Engkau tidak disembah.’

Maka tatkala terbit fajar, ia r berseru:

‘Shalat, wahai hamba-hamba Allah.’ Maka datanglah manusia dari bawah pohon dan perisai, lalu Rasulullah r shalat bersama kami dan mendorong manusia untuk berjuang.

Allah I memberikan bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukminin dengan pertolongan dari sisi-Nya dan dengan pasukan dari pasukan-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu :”Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut”. * Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimua menjadi tentram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Anfaal:9-10)

Dan firman Allah I:

Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. (QS. Ali Imran :123)

Dan firman-Nya:

Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (QS. al-Anfaal :17)

Maka peperangan dimulai dengan pertarungan satu lawan satu, maka Hamzah t membunuh Syaibah bin Rabi’ah, Ali bin Abu Thalib t membunuh Walid bin ‘Utbah, dan Utbah bin Rabi’ah dari kaum musyrikin dan Ubaidah bin Haris t dari kaum muslimin terluka.

Kemudian peperangan dimulai dan bertambah sengit. Allah I memberikan bantuan kepada kaum muslimin dengan para malaikat yang berperang di belakang mereka dan meneguhkan hati mereka. Hanya dalam beberapa saat hingga kaum musyrikin kalah dan berlarian mundur, diikuti oleh kaum muslimin yang membunuh dan menawan. Dari kaum musyrikin terbunuh 70 orang, di antaranya Utbah, Syaibah, Walid bin Uqbah, Umayyah bin Khalaf, dan putranya Ali, Hanzhalah bin Abu Sufyan, Abu Jahal dan selain mereka. Dan yang tertawan dari mereka sejumlah 70 orang.

Di antara hasil dari perang Badar bahwa hegemoni kaum muslim bertambah kuat dan mereka menjadi ditakuti di Madinah dan sekitarnya dan bertambah kepercayaan mereka kepada Allah I. Mereka yakin bahwa Allah I menolong hamba-hamba-Nya yang beriman, sekalipun mereka berjumlah sedikit terhadap orang-orang kafir, sekalipun jumlah mereka banyak. di antara hasilnya juga, sesungguhnya menguasai keahlian dalam berperang dan mempelajari metode-metode baru dalam berperang, mengejar, berlari, mengepung musuh dan menghalanginya dari sebab-sebab kekuatan dan keteguhan dalam berhadapan.
Baca Selengkapnya >>

Jumat, 29 April 2011

Semar





Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.

Sejarah Semar

Semar Wayang JawaMenurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.

Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.

Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.

Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.

Asal-Usul dan Kelahiran

Semar Wayang GolekTerdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.

Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.

Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.

Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.

Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.

Silsilah dan Keluarga

Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:

* Batara Wungkuham
* Batara Surya
* Batara Candra
* Batara Tamburu
* Batara Siwah
* Batara Kuwera
* Batara Yamadipati
* Batara Kamajaya
* Batara Mahyanti
* Batari Darmanastiti

Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.

Pasangan Panakawan

Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Resi Manumanasa.

Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot, Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.

Bentuk Fisik

Kaligrafi Jawa: SemarSemar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.

Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.

Keistimewaan Semar

Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.

Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.

Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah – yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar – mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.

Kepustakaan

* Slamet Muljana, 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhrathara
tokohwayang.wordpress.com
Baca Selengkapnya >>

Rabu, 27 April 2011

Hanoman




Hanoman (Sanskerta: Hanuman) atau Hanumat, juga disebut sebagai Anoman, adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama Hindu, sekaligus tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana yang paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih dan merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, saudara dari Subali dan Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, tokoh Hanoman sebenarnya memang asli dari wiracarita Ramayana, namun dalam pengembangannya tokoh ini juga kadangkala muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi tokoh antar zaman. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung dan beberapa kuil didedikasikan untuk memuja dirinya.

Kelahiran

God HanumanHanoman lahir pada masa Tretayuga sebagai putera Anjani, seekor wanara wanita. Dahulu Anjani sebetulnya merupakan bidadari, bernama Punjikastala. Namun karena suatu kutukan, ia terlahir ke dunia sebagai wanara wanita. Kutukan tersebut bisa berakhir apabila ia melahirkan seorang putera yang merupakan penitisan Siwa. Anjani menikah dengan Kesari, seekor wanara perkasa. Bersama dengan Kesari, Anjani melakukan tapa ke hadapan Siwa agar Siwa bersedia menjelma sebagi putera mereka. Karena Siwa terkesan dengan pemujaan yang dilakukan oleh Anjani dan Kesari, ia mengabulkan permohonan mereka dengan turun ke dunia sebagai Hanoman.

Salah satu versi menceritakan bahwa ketika Anjani bertapa memuja Siwa, di tempat lain, Raja Dasarata melakukan Putrakama Yadnya untuk memperoleh keturunan. Hasilnya, ia menerima beberapa makanan untuk dibagikan kepada tiga istrinya, yang di kemudian hari melahirkan Rama, Laksmana, Bharata dan Satrugna. Atas kehendak dewata, seekor burung merenggut sepotong makanan tersebut, dan menjatuhkannya di atas hutan dimana Anjani sedang bertapa. Bayu, Sang dewa angin, mengantarkan makanan tersebut agar jatuh di tangan Anjani. Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah Hanoman.

Hanoman menghadap Rama-Sita-LaksmanaSalah satu versi mengatakan bahwa Hanoman lahir secara tidak sengaja karena hubungan antara Bayu dan Anjani. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Dewa Bayu melihat kecantikan Anjani, kemudian ia memeluknya. Anjani marah karena merasa dilecehkan. Namun Dewa Bayu menjawab bahwa Anjani tidak akan ternoda oleh sentuhan Bayu. Ia memeluk Anjani bukan di badannya, namun di dalam hatinya. Bayu juga berkata bahwa kelak Anjani akan melahirkan seorang putera yang kekuatannya setara dengan Bayu dan paling cerdas di antara para wanara.

Sebagai putera Anjani, Hanoman dipanggil Anjaneya (diucapkan “Aanjanèya”), yang secara harfiah berarti “lahir dari Anjani” atau “putera Anjani”.

Masa kecil

Pada saat Hanoman masih kecil, ia mengira matahari adalah buah yang bisa dimakan, kemudian terbang ke arahnya dan hendak memakannya. Dewa Indra melihat hal itu dan menjadi cemas dengan keselamatan matahari. Untuk mengantisipasinya, ia melemparkan petirnya ke arah Hanoman sehingga kera kecil itu jatuh dan menabrak gunung. Melihat hal itu, Dewa Bayu menjadi marah dan berdiam diri. Akibat tindakannya, semua makhluk di bumi menjadi lemas. Para Dewa pun memohon kepada Bayu agar menyingkirkan kemarahannya. Dewa Bayu menghentikan kemarahannya dan Hanoman diberi hadiah melimpah ruah. Dewa Brahma dan Dewa Indra memberi anugerah bahwa Hanoman akan kebal dari segala senjata, serta kematian akan datang hanya dengan kehendaknya sendiri. Maka dari itu, Hanoman menjadi makhluk yang abadi atau Chiranjiwin.

Pertemuan dengan Rama

Patung Hanoman dari Dinasti CholaPada saat melihat Rama dan Laksmana datang ke Kiskenda, Sugriwa merasa cemas. Ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa memanggil prajurit andalannya, Hanoman, untuk menyelidiki maksud kedatangan dua orang tersebut. Hanoman menerima tugas tersebut kemudian ia menyamar menjadi brahmana dan mendekati Rama dan Laksmana.

Saat bertemu dengan Rama dan Laksmana, Hanoman merasakan ketenangan. Ia tidak melihat adanya tanda-tanda permusuhan dari kedua pemuda itu. Rama dan Laksmana juga terkesan dengan etika Hanoman. Kemudian mereka bercakap-cakap dengan bebas. Mereka menceritakan riwayat hidupnya masing-masing. Rama juga menceritakan keinginannya untuk menemui Sugriwa. Karena tidak curiga lagi kepada Rama dan Laksmana, Hanoman kembali ke wujud asalnya dan mengantar Rama dan Laksmana menemui Sugriwa.

Petualangan mencari Sita

Dalam misi membantu Rama mencari Sita, Sugriwa mengutus pasukan wanara-nya agar pergi ke seluruh pelosok bumi untuk mencari tanda-tanda keberadaan Sita, dan membawanya ke hadapan Rama kalau mampu. Pasukan wanara yang dikerahkan Sugriwa dipimpin oleh Hanoman, Anggada, Nila, Jembawan, dan lain-lain. Mereka menempuh perjalanan berhari-hari dan menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat dan menemukan kota yang berdiri megah di dalamnya. Atas keterangan Swayampraba yang tinggal di sana, kota tersebut dibangun oleh arsitek Mayasura dan sekarang sepi karena Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanoman menceritakan maksud perjalanannya dengan panjang lebar kepada Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba yang sakti, Hanoman dan wanara lainnya lenyap dari gua dan berada di sebuah pantai dalam sekejap.

Di pantai tersebut, Hanoman dan wanara lainnya bertemu dengan Sempati, burung raksasa yang tidak bersayap. Ia duduk sendirian di pantai tersebut sambil menunggu bangkai hewan untuk dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara mengenai Sita dan kematian Jatayu, Sempati menjadi sedih dan meminta agar para wanara menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi. Anggada menceritakan dengan panjang lebar kemudian meminta bantuan Sempati. Atas keterangan Sempati, para wanara tahu bahwa Sita ditawan di sebuah istana yang teretak di Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah oleh raja raksasa bernama Rahwana. Para wanara berterima kasih setelah menerima keterangan Sempati, kemudian mereka memikirkan cara agar sampai di Alengka.

Pergi ke Alengka

Hanoman mengangkat Gunung DronagiriKarena bujukan para wanara, Hanoman teringat akan kekuatannya dan terbang menyeberangi lautan agar sampai di Alengka. Setelah ia menginjakkan kakinya di sana, ia menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sita. Ia melihat Alengka sebagai benteng pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat. Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu pujian kemenangan kepada Rahwana. Namun tak jarang ada orang-orang bermuka kejam dan buruk dengan senjata lengkap. Kemudian ia datang ke istana Rahwana dan mengamati wanita-wanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, namun ia tidak melihat Sita yang sedang merana. Setelah mengamati ke sana-kemari, ia memasuki sebuah taman yang belum pernah diselidikinya. Di sana ia melihat wanita yang tampak sedih dan murung yang diyakininya sebagai Sita.

Kemudian Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah Rahwana gagal dengan rayuannya dan pergi meninggalkan Sita, Hanoman menghampiri Sita dan menceritakan maksud kedatangannya. Mulanya Sita curiga, namun kecurigaan Sita hilang saat Hanoman menyerahkan cincin milik Rama. Hanoman juga menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman menyarankan agar Sita terbang bersamanya ke hadapan Rama, namun Sita menolak. Ia mengharapkan Rama datang sebagai ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk menyelamatkan dirinya. Kemudian Hanoman mohon restu dan pamit dari hadapan Sita. Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman Asoka di istana Rahwana. Ia membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana seperti Jambumali dan Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit dengan senjata Brahma Astra. Senjata itu memilit tubuh hanoman. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra bisa dilepaskan Hanoman kapan saja, namun Hanoman belum bereaksi karena menunggu saat yang tepat.

Terbakarnya Alengka

Ketika Rahwana hendak memberikan hukuman mati kepada Hanoman, Wibisana membela Hanoman agar hukumannya diringankan, mengingat Hanoman adalah seorang utusan. Kemudian Rahwana menjatuhkan hukuman agar ekor Hanoman dibakar. Melihat hal itu, Sita berdo’a agar api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Karena do’a Sita kepada Dewa Agni terkabul, api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Lalu ia memberontak dan melepaskan Brahma Astra yang mengikat dirinya. Dengan ekor menyala-nyala seperti obor, ia membakar kota Alengka. Kota Alengka pun menjadi lautan api. Setelah menimbulkan kebakaran besar, ia menceburkan diri ke laut agar api di ekornya padam. Penghuni surga memuji keberanian Hanoman dan berkata bahwa selain kediaman Sita, kota Alengka dilalap api.

Dengan membawa kabar gembira, Hanoman menghadap Rama dan menceritakan keadaan Sita. Setelah itu, Rama menyiapkan pasukan wanara untuk menggempur Alengka.

Pertempuran besar

Hanoman dalam YakshaganaDalam pertempuran besar antara Rama dan Rahwana, Hanoman membasmi banyak tentara rakshasa. Saat Rama, Laksmana, dan bala tentaranya yang lain terjerat oleh senjata Nagapasa yang sakti, Hanoman pergi ke Himalaya atas saran Jembawan untuk menemukan tanaman obat. Karena tidak tahu persis bagaimana ciri-ciri pohon yang dimaksud, Hanoman memotong gunung tersebut dan membawa potongannya ke hadapan Rama. Setelah Rama dan prajuritnya pulih kembali, Hanoman melanjutkan pertarungan dan membasmi banyak pasukan rakshasa.

Kehidupan selanjutnya

Setelah pertempuran besar melawan Rahwana berakhir, Rama hendak memberikan hadiah untuk Hanoman. Namun Hanoman menolak karena ia hanya ingin agar Sri Rama bersemayam di dalam hatinya. Rama mengerti maksud Hanoman dan bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya. Akhirnya Hanoman pergi bermeditasi di puncak gunung mendo’akan keselamatan dunia.

Pada zaman Dwapara Yuga, Hanoman bertemu dengan Bima dan Arjuna dari lingkungan keraton Hastinapura. Dari pertemuannya dengan Hanoman, Arjuna menggunakan lambang Hanoman sebagai panji keretanya pada saat Bharatayuddha.

Tradisi dan pemujaan

Di negara India yang didominasi oleh agama Hindu, terdapat banyak kuil untuk memuja Hanoman, dan dimana pun ada gambar awatara Wisnu, selalu ada gambar Hanoman. Kuil Hanoman bisa ditemukan di banyak tempat di India dan konon daerah di sekeliling kuil itu terbebas dari raksasa atau kejahatan.

Beberapa kuil Hanoman yang terkenal adalah:

* Kuil Hanoman di Nerul Navi, Mumbai, India.
* Puncak monyet, Himachal Pradesh, India.
* Kuil Jhaku, Himachal Pradesh, India.
* Kuil Sri Suchindram, Tamilnadu, India.
* Sri Hanuman Vatika, Orissa, India.
* Kuil Saakshi Hanuman, Tamilnadu, India.
* Shri Krishna Matha (Kuil Krishna), Udupi.
* Krishnapura Matha, Krishnapura dekat Surathkal.
* Kuil Ragigudda Anjaneya, Jayanagar, Bangalore.
* Hanumangarhi, Ayodhya.
* Kuil Sankat Mochan, Benares.
* Kuil Hanuman, dekat Nuwara Eliya, Sri Lanka.
* Salasar Balaji, Distrik Churu, Rajasthan.
* Kuil Mehandipur Balaji, Rajasthan.
* Ada Balaji, di hutan suaka Sariska, Alwar, Rajasthan.
* Sebelas kuil Maruthi di Maharashtra.
* Kuil Shri Hanuman di Connaught Place, New Delhi.
* Shri Baal Hanumaan, Tughlak Road, New Delhi.
* Kuil Prasanna Veeranjaneya Swami, di Mahalakshmi Layout, Bangalore, Karnataka.
* Sri Nettikanti Anjaneya Swami Devasthanam, Kasapuram, Andhra Pradesh.
* Yellala Anjaneya Swami, Yellala, Andhra Pradesh.
* Pura Sri Mahavir, Patna, Bihar.
* Kuil Sri Vishwaroopa Anchaneya, Tamilnadu, India.

Hanoman dalam pewayangan Jawa

Wayang Anoman versi YogyakartaHanoman dalam pewayangan Jawa merupakan putera Bhatara Guru yang menjadi murid dan anak angkat Bhatara Bayu. Hanoman sendiri merupakan tokoh lintas generasi sejak zaman Rama sampai zaman Jayabaya.

Kelahiran

Anjani adalah puteri sulung Resi Gotama yang terkena kutukan sehingga berwajah kera. Atas perintah ayahnya, ia pun bertapa telanjang di telaga Madirda. Suatu ketika, Batara Guru dan Batara Narada terbang melintasi angkasa. Saat melihat Anjani, Batara Guru terkesima sampai mengeluarkan air mani. Raja para dewa pewayangan itu pun mengusapnya dengan daun asam (Bahasa Jawa: Sinom) lalu dibuangnya ke telaga. Daun sinom itu jatuh di pangkuan Anjani. Ia pun memungut dan memakannya sehingga mengandung. Ketika tiba saatnya melahirkan, Anjani dibantu para bidadari kiriman Batara Guru. Ia melahirkan seekor bayi kera berbulu putih, sedangkan dirinya sendiri kembali berwajah cantik dan dibawa ke kahyangan sebagai bidadari.

Mengabdi pada Sugriwa

Wayang Anoman versi SurakartaBayi berwujud kera putih yang merupakan putera Anjani diambil oleh Batara Bayu lalu diangkat sebagai anak. Setelah pendidikannya selesai, Hanoman kembali ke dunia dan mengabdi pada pamannya, yaitu Sugriwa, raja kera Gua Kiskenda. Saat itu, Sugriwa baru saja dikalahkan oleh kakaknya, yaitu Subali, paman Hanoman lainnya. Hanoman berhasil bertemu Rama dan Laksmana, sepasang pangeran dari Ayodhya yang sedang menjalani pembuangan. Keduanya kemudian bekerja sama dengan Sugriwa untuk mengalahkan Subali, dan bersama menyerang negeri Alengka membebaskan Sita, istri Rama yang diculik Rahwana murid Subali.

Melawan Alengka

Pertama-tama Hanoman menyusup ke istana Alengka untuk menyelidiki kekuatan Rahwana dan menyaksikan keadaan Sita. Di sana ia membuat kekacauan sehingga tertangkap dan dihukum bakar. Sebaliknya, Hanoman justru berhasil membakar sebagian ibu kota Alengka. Peristiwa tersebut terkenal dengan sebutan Hanoman Obong. Setelah Hanoman kembali ke tempat Rama, pasukan kera pun berangkat menyerbu Alengka. Hanoman tampil sebagai pahlawan yang banyak membunuh pasukan Alengka, misalnya Surpanaka (Sarpakenaka) adik Rahwana.

Tugas untuk Hanoman

Dalam pertempuran terakhir antara Rama kewalahan menandingi Rahwana yang memiliki Aji Pancasunya, yaitu kemampuan untuk hidup abadi. Setiap kali senjata Rama menewaskan Rahwana, seketika itu pula Rahwana bangkit kembali. Wibisana, adik Rahwana yang memihak Rama segera meminta Hanoman untuk membantu. Hanoman pun mengangkat Gunung Ungrungan untuk ditimpakan di atas mayat Rahwana ketika Rahwana baru saja tewas di tangan Rama untuk kesekian kalinya. Melihat kelancangan Hanoman, Rama pun menghukumnya agar menjaga kuburan Rahwana. Rama yakin kalau Rahwana masih hidup di bawah gencetan gunung tersebut, dan setiap saat bisa melepaskan roh untuk membuat kekacauan di dunia.

Beberapa tahun kemudian setelah Rama meninggal, roh Rahwana meloloskan diri dari Gunung Ungrungan lalu pergi ke Pulau Jawa untuk mencari reinkarnasi Sita, yaitu Subadra adik Kresna. Kresna sendiri adalah reinkarnasi Rama. Hanoman mengejar dan bertemu Bima, adiknya sesama putera angkat Bayu. Hanoman kemudian mengabdi kepada Kresna. Ia juga berhasil menangkap roh Rahwana dan mengurungnya di Gunung Kendalisada. Di gunung itu Hanoman bertindak sebagai pertapa.

Anggota Keluarga

Berbeda dengan versi aslinya, Hanoman dalam pewayangan memiliki dua orang anak. Yang pertama bernama Trigangga yang berwujud kera putih mirip dirinya. Konon, sewaktu pulang dari membakar Alengka, Hanoman terbayang-bayang wajah Trijata, puteri Wibisana yang menjaga Sita. Di atas lautan, air mani Hanoman jatuh dan menyebabkan air laut mendidih. Tanpa sepengetahuannya, Baruna mencipta buih tersebut menjadi Trigangga. Trigangga langsung dewasa dan berjumpa dengan Bukbis, putera Rahwana. Keduanya bersahabat dan memihak Alengka melawan Rama. Dalam perang tersebut Trigangga berhasil menculik Rama dan Laksmana namun dikejar oleh Hanoman. Narada turun melerai dan menjelaskan hubungan darah di antara kedua kera putih tersebut. Akhirnya, Trigangga pun berbalik melawan Rahwana.

Lukisan Hanoman versi ThailandPutera kedua Hanoman bernama Purwaganti, yang baru muncul pada zaman Pandawa. Ia berjasa menemukan kembali pusaka Yudistira yang hilang bernama Kalimasada. Purwaganti ini lahir dari seorang puteri pendeta yang dinikahi Hanoman, bernama Purwati.

Kematian

Hanoman berusia sangat panjang sampai bosan hidup. Narada turun mengabulkan permohonannya, yaitu “ingin mati”, asalkan ia bisa menyelesaikan tugas terakhir, yaitu merukunkan keturunan keenam Arjuna yang sedang terlibat perang saudara. Hanoman pun menyamar dengan nama Resi Mayangkara dan berhasil menikahkan Astradarma, putera Sariwahana, dengan Pramesti, puteri Jayabaya. Antara keluarga Sariwahana dengan Jayabaya terlibat pertikaian meskipun mereka sama-sama keturunan Arjuna. Hanoman kemudian tampil menghadapi musuh Jayabaya yang bernama Yaksadewa, raja Selahuma. Dalam perang itu, Hanoman gugur, moksa bersama raganya, sedangkan Yaksadewa kembali ke wujud asalnya, yaitu Batara Kala, sang dewa kematian.
tokohwayang.wordpress.com
Baca Selengkapnya >>

Batara Guru





Batara Guru (Manikmaya, Dewa Siwa) merupakan Dewa yang merajai kahyangan. Dia yang mengatur wahyu kepada para wayang, hadiah, dan ilmu-ilmu. Batara Guru mempunyai sakti (istri) Dewi Uma, dan mempunyai beberapa anak.

Berikut adalah urutan anak-anak Batara Guru, dimulai dari yang paling sulung (menurut tradisi wayang Jawa):

1. Batara Sambu
2. Batara Brahma
3. Batara Indra
4. Batara Bayu
5. Batara Wisnu
6. Batara Ganesha
7. Batara Kala
8. Hanoman

Bathara GuruBetara Guru diciptakan dari cahaya yang gemerlapan oleh Hyang Tunggal. Diciptakannya bersamaan dengan cahaya yang berwarna kehitam-hitaman yang merupakan asal jadinya Ismaya (Semar). Oleh Hyang Tunggal kemudian diputuskan kalau Manikmaya yang berkuasa di Suryalaya, sedangkan Ismaya turun ke bumi untuk mengasuh para Pandawa. Adapun saat Batara Guru diciptakan, ia merasa paling sempurna dan tiada cacatnya. Oleh Hyang Tunggal diketahuinya perasaan Manikmaya itu, lalu Hyang Tunggal bersabda kalau Manikmaya akan memiliki cacad berupa lemah di kaki, belang di leher, bercaling, dan berlengan empat.

Batara Guru amat menyesal mendengar perkataan Hyang Tunggal itu, dan sabdanya itu betul-betul terjadi. Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat meminum air telaga itu, yang ternyata airnya beracun, lantas dimuntahkannya kembali, maka ia mendapat cacad belang di leher. Saat lahirnya Nabi Isa, Manikmaya juga datang untuk menyaksikan. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika, kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya.

Saat ia bertengkar dengan istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti raksasa, maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya.

Hal ini adalah salah satu upaya dehinduisasi wayang dari budaya jawa yang dilakukan walisongo dalam upayanya menggunakan wayang sebagai sarana penyebaran islam di jawa. Contoh lain adalah penyebutan drona menjadi durna (nista), adanya kisah Yudistira harus menyebut kalimat syahadat sebelum masuk surga dan lain-lain. Betara Guru merupakan satu-satunya wayang kulit yang digambarkan dalam posisi menghadap ke depan, ke arah manusia. Hal ini apat dilihat dari posisi kakinya. Hanya saja karena berbentuk wayang, maka ia menghadap ke samping. Wahana (hewan kendaraan) Batara Guru adalah sang lembu Nandini.

Dalam Versi Jawa Asa-asul Tangan Empat dari Bathara Guru adalah saat bertemu dengan Bathara Narada, berikut ceritanya :

Sang Hyang Narada utawa Bathara Narada iku putrane Sang Hyang Caturkanwaka lan Dewi Laksmi. Karana iku Narada uga sinebut Hyang Kanwakaputra utawa Sang Hyang Kanekaputra.

Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa weton Balai Pustaka, ing jagad pedhalangan Bathara Narada asale saka Kayangan Siddi Udhaludhal. Dheweke duwe sedulur telu yaiku Sang Hyang Pritanjala, Dewi Tiksnawati lan Sang Hyang Caturwarna.

Bathara Narada duwe sisihan aran Dewi Wiyodi. Ing palakramane kalawan Dewi Wiyodi iku, Narada peputra Dewi Kanekawati kang sabanjure kapasrahake marang Resi Seta putrane Prabu Matswapati, raja ing nagara Wirata. Saliyane Dewi Kanekawati, Narada uga peputra Bathara Malangdewa.

Bathara Narada iku disuyudi dening sapa wae kang srawung kalawan dheweke. Iku amarga Narada iku watake grapyak semanak. Narada uga kondhang alim, pinter ing maneka warna ilmu, jujur, atine resik, pikirane lantip, seneng gegojegan, prigel olah kaprajuritan ananging uga temen-temen mandhita saengga antuk jejuluk resi. Saliyane iku praupane Narada uga bagus.

Ing sawijining wektu nalika Narada mbangun tapa ing sandhuwure banyu samodra, tangane nggegem sawijining cupu aran Linggamanik. Nalika iku Narada mertapa kanthi pangajab antuk kasekten lan kawibawan kang luwih.

Patrape Narada iku kaweruhan dening Sang Hyang Manikmaya kang sabanjure tumeka ing papan mertapane Narada. Sawise sapatemon, kalorone banjur andon wasis maneka ilmu, ananging Sanghyang Manikmaya ora bisa ngasorake. Kalorone banjur prang tandhing adu kekuwatan lan kasekten.

Wusanane Sanghyang Kanekaputra bisa diasorake dening Manikmaya kanthi sarana aji Kemayam saengga Kanekaputra malih rupa dadi cendhek awake lan ala praupane Wiwit kedadeyan iku Sang Hyang Kanekaputra antuk sesebutan Narada. Sabanjure sinengkakake minangka tuwangga utawa patih ing Suralaya.

Kabeh Dewa lan Dewaputra suyud lan manut marang Narada karana kalantipan lan kapinterane. Malah Sang Hyang Manikmaya dhewe tansah antuk pituduh lan pamrayoga saka Narada. Tanpa Narada ing Suralaya, Ngarcapada bakal tansah kisruh.

Kacihna akeh prekara kanggo ngatur Tribuwana lan racake uga angel ngudhari maneka prekara iku, Bathara Narada tansah seneng atine ngadhepi maneka prekara iku lan tansah kasil antuk dalan kanggo ngrampungi. Narada tansah bisa ngrampungi maneka prekara kanthi pratitis.

Dening Batara Guru, Narada asring sinebut ”kakang”. Mula bukane nalika andon wasis maneka rupa ngelmu, Bathara Guru tansah kalah saengga nuwuhake rasa nesu marang Narada lan banjur nyepatani Narada.

Ananging karana Narada duwe ngelmu kang luwih dhuwur, dheweke banjur sinengkakake minangka tuwangga utawa patih ing Suralaya lan dianggep luwih tuwa. Wiwit iku Sang Hyang Manikmaya utawa Bathara Guru tansah nyeluk Narada kanthi sesebutan ”Kakang Narada”.

Ing crita liyane, nalika Bathara Narada sapatemon kalawan Bathara Guru, Narada diece dening Bathara Guru kanthi ukara yen Bathara Narada iku tangane papat. Nalika mertapa ing sandhuwure banyu samodra iku, Narada nganggo klambi ananging tangane sing loro ora dilebokake ing lengene klambi, saengga katon kaya-laya tangane papat. Saka pangecene Bathara Guru marang Narada iku malah Bathara Guru dhewe kang kena sepata, saengga tangane dadi papat.
tokohwayang.wordpress.com
Baca Selengkapnya >>

Senin, 25 April 2011

Sejarah Kesenian Jaranan




Seni jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu yaitu bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.

Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.

Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.

Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.

Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.

Karena Dewi Sonmggo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Puijangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit merubah nama tempat itu menjadi Ponorogo
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong.

Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.

Jaranan Dan Representasi Abangan
Jaranan pada jaman dahulu adalah selalu bersifat sakral. Maksudnya selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain untuk tontonan dahulu jaranan juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan roh-roh leluhur keraton. Pada jaman kerajaan dahulu jaranan seringkali ditampilkan di keraton.

Dalam praktek sehari-harinya para seniman jaranan adalah orang-orang abangan yang masih taat kepada leluhur. Mereka masih menggunakan danyangan atau punden sebagai tenpat yang dikeramatkan. Mereka masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap roh-roh nenek moyangnya. Mereka juga masih melaksanakan praktik-praktik slametan seperti halnya dilakukan oleh orang-orang dahulu.

Pada kenyataanaya seniman jaranan yang ada di kediri adalah para pekerja kasar semua. Mereka sebagian besar adalah tukang becak dan tukang kayu. Ada sebagian dari mereka yang bekerja sebagai sebagai penjual makanan ringan disepanjang jalan Bandar yang membujur dari utara ke selatan.

Cliford Geertz mengidentifikasi mereka dengan sebutan abangan. Geertz memberikan penjelasan tentang praktik abangan. Masayarakat abangan adalah suatu sekte politio-religius dimana kepoercayaan jawa asli melebur dengan Marxisme yang Nasionalistis ynag memungkinkan pemeluknya sekaligus mendukung kebijakan komunisdi Indonesia. Sambil memurnikan upacara-upacara abangan dari sisa-sisa Islam (Geertz 1983).

Dalam perkembanganya kesenian jaranan mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan kondisi social masyarakat yang sudah berubah dalam memaknai dan mengambangkan jaranan. dari tahun-ke tahun jaranan mulai berubah dari yang sifatnya tuntunan menjadi tontonan dan yang paling menarik adalah jaranan sebagai alat untuk menarik simpatisan dan untuk pengembangan pariwisata.

Jaranan pada tahun 1960-an menjadi alat politik PKI untuk menopang kekuasaanya dan menarik masa. Pada tahun-tahun itu kebijakan Sukarno tentang Nasakom sangat mempengaruhi keberadaan lembaga-lembaga yang ada di bawah. Dari nasionalisme, Agama dan komunis ini, memiliki lembaga-lembaga sendiri. Kelompok itu memiliki basis kesenian sendiri-sendiri. Lekra, lesbumi dan LKN adalah lembaga kesenian yang ada di tingkat bawah.

Pada tahun itu jaranan sudah ada dan kebetulan bernaung dibawah pengawasan Lekra. Jaranan pada saat itu sudah sangat digemari masyarakat. Bahkan dikediri pada saat itu sudah berdiri beberapa kelompok jaranan. kelompok jaranan ini banyak digawangi oleh orang-orang yang berada di lembaga kesenian. Dari ketiga lembaga kesenian yang ada, semuanya memiliki kesenian sendiri-sendiri yang sesuai dengan misinya masing-masing.

Pada tahun 60an itu masing-masing kelompok jaranan berkontestasi dengan sehat. Walaupun mereka berasal dari lembaga kesenian yang berbeda, tapi pada saat itu mereka masih bisa berbagi ruang dan berkontestasi. Mereka saling mendukung dan mengembangkan kreatifitasnya dalam berkesenian.
Jaranan pada saat itu masih tampil dengan polos sekali. Pemainya hanya mengenakan celana kombor dan tanpa make up. Tidak ada batas antara pemain, penabuh dan penonton. Mereka sama-sama berada di tanah. Mereka bisa saling tukar main antara satu dengan lainya. Berbeda dengan jaman jepang pada yang masih menggunakan goni sebagai pakaiannya. Pada tahun-tahun 60an jaranan bisa tampil vulgar di manapun dia berada.

Pada tahun 1965 terjadi peristiwa pembersihan dari kalangan agamawan kepada kelompok-kelompok abangan. Pembersihan ini dilakukan tas kerjasamama Negara dengan kaum agamawan. Akibat dari pembersihan itu masyarakat abangan yang ada di Kediri pada saat itu sempat kocar-kacir. Terlebih pada orang-orang yang memang bergelut di lembaga PKI ataupun pernah terlibat.

Orang-orang yang terlibat sebagai anggota partai komunis dibunuh. Para seniman-seniman yang berada dibawah PKI yaitu Lekra dihabisi semua. Danyangan dan beberapa punden banyak yang dirusak. Bahkan patung-patung dan arca yang sekarang berada di museum Airlangga terlihat banyak yang hancur. Ini adalah akibat pertikaian politik 1965. segala property yang berhubungan dengan tradisi orang abangan dimusnahkan. Termasuk didalamnya adalah jaranan.

Setelah kejadian berdarah tahun 1965 itu jaranan yang dahulu adalah kesenian yang sangat dibangggakan masyarakat hilang seketika. Jaranan adalah representasi dari kaum abangan yang mencoba untuk memberikan eksistensi dirinya pada kesenian. Mereka benar-benar mengalami trauma yang berkepanjangan. Sehingga kesenian jaranan pada paska 65 mundur. Kondisi politik 65 ini telah membawa jaranan pada titik kemandekanya. Kecuali jaranan yang bernaung di bawah komunis aman dari pembersihan ini. Keberadaan jaranan pada saat itu juga masih relative sedikit. Trauma itu ternyata tidak dirasakan oleh orang-orang yang berasal dar lekra saja. Seniman dari lesbumi dan LKN waktu itu juga agak ketakutan untuk tampil di public. Kebanyakan dari seniman yang ada dikediri pada waktu itu juga berhenti dari kesenian untuk semantara waktu.

Pasca peristiwa berdarah itu seluruh elemen masyarakat memberikan identifikasi yang negatif terhadap kesenian jaranan. dari kalangan agamawan. Para agamawan beranggapan bahwa jaranan itu mengundang setan. Sehingga wajar jika pada saat itu para agamawan terlebih ansor menghabisi seniman-seniman yang berbau komunis di kediri.

Negara yang mulai memberikan pengngontrolan seniman dengan membuatkan Nomor Induk Seniman (NIS) pada kurun waktu tahun 1965-1967. Dengan memberikan NIS ini pemerintah bisa mengontrol lebih jauh seniman yang terlibat dengan komunis. Bagi yang tidak memiliki NIS biasanya mereka dikasih nomor aktif sebagai seniman. “Tanpa memiliki kartu ini, seniman tidak boleh tampil di ruang publik” kata Mbah Ketang.

Praksis paska 65 jaranan jarang sekali tampil di ruang public. Seniman-seniman jaranan yang berasal dari LKN mungkin masih bisa berunjuk kebolehanya di ruang public. Misalnya jaranan Sopongiro di Bandar dan jaranan Turnojoyo Pakelan. Dua jaranan ini bisa eksis dan tidak terberangus pada tahun 65 karena mereka adalah kelompok kesenian yang berasal dari LKN.

Stigmatisasi yang dikembangkan oleh agamawan dan Negara rupanya telah meberangus nalar masyarakat. Paska 65 masyarakat secara tidak langsung memberikan identifikasi negatif terhadap kesenian jaranan. Mereka masih menganggap bahwa kesenian jaranan itu adalah kesenian milik PKI.

Masyarakat tidak mau dicap merah oleh pemerintah dan kaum agamawan sebagai pengikut PKI. Akhirnya kesenian jaranan dijauhi oleh masyarakat.
Pasca terjadi peristiwa berdarah rtahun 1965 itu, kesenian jaranan mulai lumpuh total. Baru pada tahun 1977 jaranan mulai menggeliat lagi. Jaranan menjadi sebyuah idiom baru yang tampil berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jaranan pada tahun sebeliumnya banyak berafiliasi dengan komunis akan tetapi pada tahun itu jaranan mulai menggandeng militer untuk dijadikan alat untuk melindungi dirinya.

Samboyo Spirit Baru Jaranan Kepang Kediri
Dalam rangka memperbaiki citra jaranan di muka masyarakat, seniman jaranan mulai menghaluskan jaranan. Pada tahun 70an gerakan untuk merevitalisasi jaranan sudah mulai diupayakan. Penghalusan dalam wilayah tarian, dandanan dan musikpun sudah mulai dilakukan. Para seniman jaranan mulai memodifikasi jaranan dari pakaian, make up, dan tarian serta musiknya. Dalam berebagai pertunjukan jaranan pemain jaranan harus memiliki sifat yang arif, sopan dan memiliki tata karama yang tinggi kepada masyarakat dan para penanggap. Sifat itu harus diperankan oleh para seniman dalam berbagai waktu dan kesempatan.

Selain strategi berselingkuh dengan militer, jaranan juga memiliki strategi lain yaitu dengan cara menghaluskan tarianya, musiknya, dan danadananya serta tingkah lakunya harus lebih baik. Penghalusan ini dilakukan oleh seniman jaranan karena pada saat-saat itu monitoring dari pewemerintah masih sangat kuat. Untuk menghilangkan stigma itu seniman harus melakukan strategi itu untuk menjaga kesenian jaranan.

Kemudian pada tahun 1977 setelah berdirinya Samboyo Putro, jaranan mulai mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah. Jaranan Samboyo Putro ini didirikan oleh mantan polwil Kediri yang bernama pak Samboyo. Dengan adanya jaminan dari fihak kepolisian inilah jaranan mulai berani bertengger di kediri bersaing dengan kesenian lainya. Jaranan Samboyo itu dahulu mendapatkan wangsit dari Pamenang Joyoboyo. Pak Samboyo mendapatkan wahyu dari Pamenang agar mendirikan jaranan dan menguri-uri kesenian asli kediri ini. (Ketang)

Atas wangsit yang berasal dari Pamenang itulah Samboyo berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan citra negative masyarakat terhadap kesenian jaranan. Pak samboyo mulai berafiliasi dengan pemerintah, agamawan serta masyarakat untuk mendukung eksistensi jaranan di kediri.pasca tahun 1977 inilah jaranan mulai bisa dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat kediri sebagai kesenian yang bebas dari komunis.

Dahulu sebelum ada pertunjukan jaranan seluruh personel jaranan pasti pergi ke pamenang terlebih dahulu.. kalau sekarang hanya dilakukan oleh para gambuhnya saja. Perubahan ini disebabkkan lebih pada ketakutan pemain jika menjadi korban pamenang. Pemain-pemain itu takut kalu suatu saat dia mengingkari janjinya dengan pamenang.

Pada saat berdirinya jaranan samboyo putro tahun 1977 itu, Pak Samboyo berusaha keras. Usaha ini lebih dimaksudkan untuk mengambalikan citra jaranan yang sudah buruk dimuka masyarakat. Salah satu cara pak Samboyo pada saat itu adalah dengan cara mengadakan dukun tiban. Inspirasi tentang dukun tiban itu dia dapatkan dari pamenang. (Pardi dan Endah)

Pada masa kejayaan Samboyo Putro pernah memperoleh beberapa prestasi yang gemilang. Beberapa tahun setelah berdirinya Samboyo, langsung mendapatkan Juara 1 festifal jaranan sejawa Timur. Kemudian dalam perjalananya mulai tahun 1977 sampai 1990 Samboyo Putro pernah tanggapan sebanyak 1674 kali. Selain itu Samboyo Putro Personelnya banyak yang melatih jaranan ke komunitas-komunitas kesenian jaranan lain di Kediri.

Hingga kini masyarakat menyakini bahwa jaranan samboyo Putro itu memiliki jasa yang sangat besar untuk mengambalikan citra jaranan di kediri. Pandangan agamawan dan Negara serta masyarakat yang dahulu memandang jaranan sebagai kesenian yang jelek, akhirnya berubah haluan. Paska tahun 1977 ini, masyarakat mulai memandang bahwa jaranan ini adalah kesenian yang berasal dari kediri. Keberadaan kesenian ini harus tetap dilestarikan keberadaanya.

Sebelum samboyo berdiri jaranan pakelan adalah jaranan yang sudah bisa berdiri dengan eksis di kediri. Para pemain jaranan pakelan itu rata-rata dahulu berasal dari LKN. Samboyo bubar pada tahun 1990an bersamaan dengan meninggalnya bapak Samboyo sebagai pimpinan jaranan itu. Pasca Samboyo bubar, kesenian jaranan sudah mulai merebak hampir diseluruh desa yang ada di kota kediri memiliki jaranan masing-masing. Akan tetapi mereka juga masih berkiblat dan memiliki karakter seperti jaranan Samboyo. (Pardi dan endah)

Kreasi Baru dan Proyek Dinas Pariwisata Kediri
Dalam pandangan Mbah Ketang, Gerakan joget pada jaranan itu adalah pakem dan tidak bisa dirubah. Kalau jaranan Wijaya Putra itu memiliki 24 macam gerakan. Berubahnya jaranan itu hanya pada peralatan yang dimainkan saja. Kalau Wijaya Putra dan Sanjaya Putra masih mempertahankan pakem yang ada pada jaranan. kepakeman jaranan akan senantiasa dipertahankan oleh Sanjaya Putra da Wjaya Putra. Kedua jaranan ini beranggapan bahwa joged yang sekarang mereka gunakan itu adalah warisan dari leuhurnya. Pakem yang ada itu bagi 2 Komunitas ini harus selalu digunakan pada saat-saat pertunjukan. Kalau pakemnya sudah habis ditampilkan baru boleh memberikan jaranan yang sudah dikombinasi. Bagi Samboyo dan Wijaya meninggalkan yang pakem itu sangat menghilangkan naluri jaranan dan menghina tinggalan nenek moyang mereka.

Berbeda halnya dengan Jayoboyo Putra yang lebih suka berkreasi dengan model-model baru. Jaranan ini mencoba untuk mengawinkan antara kesenian tradisional dengan modern. Misalnya dalam lagu-lagunya dicampur dengan samroh ataupun dicampur dengan dangdut. Hal ini dilakukan oleh Joyoboyo Putro untuk mengikuti permintaan pasar. Ranggalawe juga memiliki paradiga yang sama dengan Joyoboyo Putro. Dia lebih mengembangkan kesenian pada proyek modifikasi tarianya.

Perkembangan jaranan paska tahun 1977 meluncur pesat. Kemunculan jaranan kreasi baru ini tidak lepas dari apa yang dinginkan penonton ataupun yang diinginkan oleh zamanya. Seniman jaranan biasanya lebih suka bermain dengan jaranan pakem. Akan tetapi biasanya kelompok seniman jaranan itu memiliki 2 versi. Pertama versi baru yaitu versi kolaborasi dengan kesenian modern. Kalau yang modern biasanya ditambah dengan sinden, dram dan keyboard. Yang kedua adalah versi jaranan pakem. Kesenian jaranan pakemanya menggunakan ketuk kenong, gong gumbeng, kendang dan terompet.

Untuk masalah tarianya nanti disesuaikan dengan pakemnya kelompok masing-masing. Misalnya, jaranan wijoyo Putro 24 gerakan, Sanjoyo Putro 24 gerakan, Joyoboyo 14 gerakan, ronggolawe malaah cumin sedikit antara 5-6 gerakan saja. Seniman jaranan selalu memberikan tawaran kepada para penanggap untuk meimilih versi yang mana.

Kalau pada saat gebyakan atau pada saat upacara nazar mereka selalu menggunakan yang pakem. Kalau pada saat tanggapan mereka menyerahkan kepada penanggapnya memili yang mana. Akan tetapi mereka memiliki pakem sendiri-sendiri dalam jogedanya.

Jaranan dahulu untuk penabuhnya tidak ada panggungnya seperti sekararang. Mulai tahun 1980an jaranan sudah mulai ada panggungnya untuk penabuh. Panggung ini dimaksudkan agar penabuh dapat leluasa dalam melihat gerakan pemain jaranan. Jaranan di sini tidak ada yang berada di atas panggung seperti jaranan Safitri Putro. Kalau jaranan Safitri Putro itu bukan jaranan namanya. Kalau Cuma nari saja dan tidak ada ndadinya namanya adalah campur sari. karena yang namanya jaranan itu harus ada yang ndadi kalau tidak ada yang ndadi itu namanya bukan jaranan.

Persaingan antar seniman jaranan satu dengan yang lainya rupanya cukup tinggi. Berbagai kelompok jaranan yang memikliki bos, mereka lebih berani untuk membanting harga. Bagi jaranan yang sifatnya paguyuban seperti halnya jaranan Wijaya Putra. Akan keberatan dengan penjatuhan harga seperti ini. Para seniman tidak akan bisa makan apa-apa kalau harga tanggapan itu anjlok.

Tarif tanggapan untuk jaranan Wijaya Putra itu berkisar antara 1500.000 sampai 1000.000 rupiah. Sedangkan kalau ada jaranan lain yang memiliki bos, pasti berani mengambil di bawahnya. 800.000 sampai 600.000 itu bisa diladeni. ”Saya kasihan dengan jaranan-jaranan yang kecil-kecil itu. Karena saya kira jaranan yang kecil itu nanti tidak akan bisa hidup” kata pak gendut dari jaranan Wijaya Putra itu.

Jaranan Dalam Proyek Pariwisata
Pemerintah kota kediri dengan menggunakan organya DK3 (Dewan Kesenian Kota Kediri) beserta Dinas Pariwisata akan membuat semacam buku panduan untuk jaranan. Buku ini akan mengulas banyak tentang pakem jaranan khas kediri. Mereka bersama timnya sudah mempersiapkan segalanya unruk membuat buku itu.

Proyek pemakeman jaranan ini direncanakan pada tahun 2008 nanti. Selama ini yang sudah dilakukan oleh dinas pariwisata Kediri untuk melakukan pakemisasi jaranan adalah dengan menggali data-data yang ada. Data-data itu mereka dapatkan dari para sesepuh jaranan. “Kita tidak bisa sembarangan untuk menentukan semuanya itu. Usaha kita adalah mengumpulkan para sesepuh untuk membincang bareng tentang kesenian jaranan. Kemudian diseminarkan dan disepakati bersama’. Ujar Pak Guntur.

Rencana pemakeman ini akan melibatkan berbagai tokoh sesepuh seniman jaranan dan sejarawan. Mereka juga mengupayakan agar pemakeman ini bisa benar-benar tidak meninggalkan tradisi yang ada pada kesenian di Kediri. Sebelum pemakeman itu dilakukan dinas pariwisata akan menggali sejarah kota kediri teerlebih dahulu.

Program Dinas Pariwisata untuk tahun ini dan 1 tahun mendatang adalah mencari pakem jaranan terlebih dahulu. Untuk pengembangan dan pembimbingan pada jaranan-jaranan yang ada Kediri, dinas pariwisata mengundang kelompok-kelompok jaranan untuk tampil Taman Wisata Selomankleng setiap Minggu. Komunitas jaranan itu disuruh tampil untuk mengisi hiburan di Selomangleng secara bergiliran.

Pada saat-saat tertentu Dinas pariwisata juga mengajak para seniman jaranan untuk tampil mengisi hiburan di Taman Mini Indonesia Indah. Pada saaat jaranan tampil di taman mini sudah berbeda dengan jaranan yang ada disini. Mereka sudah dikolaborasi dengan tari-tarian lain.

Bagi kami jaranan itu yang penting adalah dimunculkan saja supaya keberadaanya tetap bisa lestari. Pada saat ini pemerintah kota kediri sedang mempelajari dan menggali kesenian jaranan yang khas Kediri. Baik itu dari segi pakaianya, jogednya maupun alat musik yang dimainkan. Proyek ini masih terhenti karena dana yang diajaukan untuk mengerjkakan ini belum turun dari pemerintahan kota Kediri. Dana pembakuan Jaranan ini akan dianggarkan pada RAPBD tahun depan.

Kita memerlukan dokumentasi, dana dan lain sebagainya. Kita rencananya akan mengupas sejarah jaranan dari sungai Brantas. Kita akan melihat perkembangan jaranan dari jaman Praislam. Jaranan Kediri memiliki pakem sendiri-sendiri. Kita sudah mulai merancang jaranan masing-masing misalnya yang pegon tidak memakai baju, untuk yang jaranan door dan senterewe masih kami pikirkan bersama teman-teman seniman jaranan. kata pak Guntur
Dinas Pariwisata akan merumuskan secara bersama-sama dengan seniman jaranan kemudian menyepakatinya. Dinas Pariwisata sebenarnya hanya memfasilitasi mereka dan jangan sampai muncul bahwa ide pakemisasi ini adalah proyek Dinas Pariwisata. Mereka akan bermusyawarah dengan para seniman dalam menetapkan kesenian jaranan. Sebenarnya kita berfikir jauh kedepan untuk menjaga keberadaan jaranan pada tahun-tahun yang akan datang.

Dinas pariwisata beranggapan, kalau tidak ada pakem sendiri jaranan ini nanti akan semakin jauh dari aslinya. Karena tidak ada buku petunjuk jaranan. Mereka hanya mengembangkan tradisi lisan. Sedangkan tradisi lisan itu akan senantiasa berubah setiap tahunya.

Setiap jaranan memiliki pakem masing-masing dan tidak mau mereka diseragamkan antara kesenian jaranan yang satu dengan yang lainya. Menurut pak Guntur bahwa kesenian jaranan itu memang memiliki pakem masing-masing akan tetapi saya mencoba urntuk bisa masuk dengan pelan-pelan agar mereka bisa menerima saya. Misalnyua pada saat pertemuan saya dengan para seniman beberapa waktu yang lalu. Saya pernh mengetes mereka untuk menunjukan tarianya di depan forum. Saya meminta misalnya yang beraliran pegon maju. Mereka antara pegon jaranan satu dengan yang lainya berbeda. Senterewe juga berbeda satu sama lainya. Dalam perbedaan itu mereka berdebat sengit dan saling menunjukan bahwa jarananya yang paling benar pakem.

Setiap ada festifal jaranan saya mengumpulkan para seniman dan mengajak mereka supaya bisa menyeragamkan tarian jaranan. Pada saat festifal kemarin para juri kebingungan untuk menilai jaranan mana yang baik. Karena setiap jaranan memiliki karakter masing-masing. Sehingga kita tidak bisa melihat mana yang harus dinilai. Akhirnya siapa yang baik itu yang menang. Tapi mereka juga banyak yang protes tentang penilaian juri. Karena mereka juga menganggap bahwa jarananya yang memiliki tarian paling bagus akan tetapi tidak menang dalam festifal.

Pemerintah daerah itu haruslah pandai-pandai memasarkan kesenian daerah. Jadi tidak hanya kesenian yang sudah tenar saja yang kita suruh main. Juga bagi mereka-mereka yang belum punya nama harus kita angkat. Saya tidak memandang kualitas yang ada akan tetapi saya selalu memberikan contoh pada jaranan yang kecil supaya mengikuti jaranan yang sudah besar.

Seniman di Kediri ini seringkali pindah-pindah ruang. Maksudnya mereka selalu mengiikuti kesenian mana yang populis dan digemari masyarakat. Kalau dahulu ludruk ya seluruh seniman banyak yang di ludruk. Kalau sekarang ludruk dilarang main mereka beramai-ramai pindah pada seniman jaranan

Penulis : Edi Purwanto
Baca Selengkapnya >>

tari reog ponorogo




Cerita reog yang terkandung di dalam reog ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Bujangganong. Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah kesenian baru. Maka terciptalah reog ponorogo. Gerakan-gerakan dalam tari reog ponorogo menggambarkan tingkah polah manusia dalam perjalanan hidup mulai lahir, hidup, hingga mati. Filosofinya sangat dalam.


Komponen Penari dalam Reog

Ada 5 komponen penari dalam tari Reog Ponorogo, yaitu: 1. Prabu Kelono Sewandono 2. Patih Bujangganong 3. Jathil 4. Warok 5. Pembarong

1. Prabu Kelono Sewandono Prabu Kelono Sewandono ini adalah tokoh utama dalam tari Reog Ponorogo. Beliau digambarkan sebagai seorang Raja yang gagah berani dan bijaksana, digambarkan sebagai manusia dengan sayap dan topeng merah. Beliau memiliki senjata pamungkas yang disebut Pecut Samandiman.

2. Patih Bujangganong Patih bujangganong adalah patih dari Prabu Kelono Sewandono, merupakan tokoh protagonis dalam tarian ini. Dia digambarkan sebagai patih yang bertubuh kecil dan pendek, namun cerdik dan lincah. Patih Bujangganong disebut juga penthulan. Penarinya tidak memakai baju, hanya rompi berwarna merah dan topeng berwarna merah juga.

3. Jathil Jathil atau Jathilan adalah sepasukan prajurit wanita berkuda. Dalam tari Reog Ponorogo, penari Jathil adalah wanita. Mereka digambarkan sebagai prajurit wanita yang cantik dan berani. Kostum yang dikenakan penari Jathil adalah kemeja satin putih sebagai atasan dan jarit batik sebagai bawahan. Mereka mengenakan udheng sebagai penutup kepala dan mengendarai kuda kepang (kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu)

4. Warok Warok adalah pasukan Kelono Sewandono yang digambarkan sebagai orang yang sakti mandraguna dan kebal terhadap senjata tajam. Penari warok adalah pria dan umumnya berbadan besar. Warok mengenakan baju hitam-hitam (celana gombrong hitam dan baju hitam yang tidak dikancingkan) yang disebut Penadhon. Penadhon ini sekarang juga digunakan sebagai pakaian budaya resmi Kabupaten Ponorogo. Warok dibagi menjadi dua, yaitu warok tua dan warok muda. Perbedaan mereka terletak pada kostum yang dikenakan, dimana warok tua mengenakan kemeja putih sebelum penadhon dan membawa tongkat, sedangkan warok muda tidak mengenakan apa-apa selain penadhon dan tidak membawa tongkat. Senjata pamungkas para warok adalah tali kolor warna putih yang tebal.

5. Pembarong Pembarong adalah penari yang memiliki peranan paling penting dalam tari Reog Ponorogo. Pembarong adalah penari yang nantinya akan membawa Dadak Merak (topeng kepala singa dengan hiasan burung merah dan bulunya di atas kepala singa) yang tingginya satu setengah meter. Pembarong mengenakan celana panjang hitam dan baju kimplong (baju yang hanya punya satu cantelan bahu) dan harus menggigit kayu di bagian dalam kepala singa untuk mengangkat Dadak Merak. Seorang pembarong haruslah orang yang sangat kuat, karena dia harus bisa menundukkan Dadak Merak hingga menyentuh lantai dan mengangkatnya lagi ke posisi tegak. Dadak Merak disimbolkan sebagai Singobarong, dan secara umum Dadak Merak inilah yang membuat tari Reog Ponorogo menjadi sangat unik, karena bentuk topengnya yang sangat besar dan khas serta adanya filosofi di dalamnya. Karena itu, pembarong benar-benar harus memiliki keterampilan dan kemampuan yang tinggi agar bisa menghidupkan Singobarong yang dimainkannya.

.budaya-indonesia.org
Baca Selengkapnya >>

biografi gesang




Dengan nama lengkap Gesang Martphartono, lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 1 Oktober 1917. Gesang dikenal sebagai “Maestro keroncong Indonesia” dengan lagu Bengawan Solo yang terkenal dan legendaris itu. Bukan saja lagu tersebut terkenal di dalam negeri Indonesia saja, di Jepang pun lagu Bengawan Solo sangat terkenal dan banyak digemari terutama oleh kalangan “sepuh” nya. Lagu Bengawan Solo diterjemahkan ke dalam setidaknya 13 bahasa dunia, termasuk diantaranya dalam terjemahan bahasa Inggris, bahasa Tionghoa, dan bahasa Jepang.

Jepang memberikan penghargaan kepada Gesang pada tahun 1983, atas jasanya dalam perkembangan musik keroncong. Bentuk penghargaannya diwujudkan dalam bangunan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo. Pemeliharaan Taman Gesang ini didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga di Jepang yang didirikan untuk Gesang.

Beberapa lagu ciptaan Gesang yang paling populer diantaranya adalah :

- Bengawan SoloJembatan Merah
- Pamitan
- Caping Gunung
- Ojo Lamis
- Jembatan Merah
- Saputangan
- Si Piatu
- Roda Dunia
- Dunia Berdamai
- Tirtonadi
- Pemuda Dewasa
- Luntur
- Bumi Emas
- Tanah Airku
- Dongengan
- Sebelum Aku Mati

Adapun karya Gesang dalam bentuk Compact Disc masing-masing adalah Seto Ohashi (1988), Tembok Besar (1963), Borobudur (1965), Urung (1970), Pandanwangi (1949) dan Swasana Desa (1939).

Gesang Masuk Rumah Sakit
VIVAnews - Maestro Keroncong Gesang Martohartono meninggal dunia. Ia mengalami dua kali kristis sebelum akhirnya melepas nafas terakhir petang hari ini, Kamis, 20 Mei 2010.

Salah satu keponakan Gesang, Hasanudin Santoso, lewat telepon kepada VIVAnews mengabarkan bahwa Gesang meninggal dunia pukul 18.10, di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Solo, Kamis, 20 Mei 2010.

Sang keponakan berkisah bahwa kondisi pencipta lagu 'Bengawan Solo' memburuk sejak siang hari tadi. Gesang mengalami dua kali kritis yaitu pada pukul dua siang dan 17.30 WIB. Gesang meninggal di usia 92 tahun.

Gesang dirawat di rumah sakit, Rabu 12 Mei lalu. Awalnya dia cuma melakukan kontrol kesehatan rutin, tapi karena dia kekurangan cairan maka dokter memberi saran agar dirawat.

Yani Effendi, keponakan Gesang yang lain, saat itu menuturkan bahwa sang paman tidak mau makan. Jika dipaksakan maka segera makanan itu dimuntahkan lagi.

"Ya karena kondisi seperti itu maka keluarga membawa mbah Gesang ke rumah sakit untuk di kontrol. Namun, dokter menganjurkan untuk diopname," kata Yani di Solo ketika itu.

Kepergian Gesang untuk Selamanya

20 Mei, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional Indonesia kita kehilangan seorang seniman, maestro Keroncong yang tiada duanya, Beliau adalah Bapak Gesang atau lengkapnya Gesang Martohartono. Gesang dilarikan ke rumah sakit akibat kesehatannya menurun pada Rabu (19/05/2010). Selanjutnya, Gesang harus dirawat di ruang ICU sejak Minggu (16/5) karena kesehatannya terus menurun. Rumah sakit membentuk sebuah tim untuk menangani kesehatan yang terdiri dari lima dokter spesialis yang berbeda. Hingga akhirnya beliau meninggal pada hari Kamis (20/05/2010) Pukul 18:10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

Bengawan Solo, sebuah lagu keroncong karya Gesang yang amat sangat dikenal tak hanya di Indonesia, bahkan lagu ini telah diterjemahkan setidaknya ke dalam 13 bahasa, sungguh fenomenal.

Lagu ini diciptakan pada tahun 1940, ketika Beliau berusia 23 tahun. Gesang muda ketika itu sedang duduk di tepi Bengawan Solo, beliau yang selalu kagum dengan sungai tersebut, terinspirasi untuk menciptakan sebuah lagu. Proses penciptaan lagu ini memakan waktu sekitar 6 bulan. Lagu Bengawan Solo juga memiliki popularitas tersendiri di luar negeri, terutama di Jepang, dan sempat digunakan dalam salah satu film layar lebar Jepang.

Selamat Jalan Gesang , Selamat Jalan Maestro Keroncong Indonesia . Jasamu tidak akan kami lupakan ---
Baca Selengkapnya >>

Riwayat Hidup Mbah Maridjan



Mbah Maridjan lahir tahun 1927 di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau mempunyai seorang istri bernama Ponirah (73), 10 orang anak (5 di antaranya telah meninggal), 11 cucu, dan 6 orang cicit.

Anak-anak Mbah Maridjan yang masih hidup bernama Panut Utomo (50), Sutrisno (45), Lestari (40), Sulastri (36), dan Widodo (30). Mereka ada yang memilih tinggal di Yogyakarta dan ada pula yang di Jakarta.

Di antara anak-anak Mbah Maridjan, juga ada yang siap mewarisi tugas sebagai juru kunci Gunung Merapi dan kini telah menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta.

Pada tahun 1970, Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta dan oleh Sultan Hamengku Buwono IX diberi nama baru, yaitu Mas Penewu Suraksohargo1.

Pada saat itu sebagai abdi dalem, Mbah Maridjan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi ayahnya yang menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi.

Pada saat menjadi wakil juru kunci, Mbah Maridjan sudah sering mewakili ayahnya untuk memimpin upacara ritual labuhan di puncak Gunung Merapi. Setelah ayahnya wafat, pada tanggal 3 Maret 1982, Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi.

Sebagai seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan jabatan juru kunci, Mbah Maridjan juga menunjukkan nilai-nilai kesetiaan tinggi. Meskipun Gunung Merapi meletus dan awan panas yang membahayakan manusia menyebar, dia bersikukuh tidak mau mengungsi.

Sikapnya yang terkesan keras kepala itu semata-mata sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap tugas yang diamanatkan oleh Ngarsa Dalem.

Selamat jalan Mbah Marijan.. Sikap tegas, keceriaan dan canda tawa guyonanmu akan tetap di hati kami..

sumber : kompas
Baca Selengkapnya >>

Minggu, 24 April 2011

Semar, Gareng, Petruk, Bagong



Dalam perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).

Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.

Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Sudah dipaparkan pada dua tulisan sebelumnya, bahwa Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).

Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan 'ngelmu' sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.

Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.

Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi.
Baca Selengkapnya >>

MITOLOGI KANJENG RATU KIDUL

Mitos Ratu Kidul dadi pancadan paprentahan ing karaton

Kacihna majune teknologi komunikasi lan informasi nuwuhake budaya anyar lan nggawe ”rusake” kabudayan Jawa, ananging wong Jawa tetep ngugemi landhesan urip kang gegayutan kalawan anane titah ora kasat mata.

Landhesan urip kang isih ngugemi anane titah ora kasat mata iki raket gandheng cenenge kalawan kepriye sejatine wong Jawa urip ing donya. Lire, kapercayane wong Jawa ing babagan urip lang panguripan ora bisa uwal saka perangan jagad cilik (mikrokosmos) lan jagad gedhe (makrokosmos), keplase uga gegayutan kalawan alam kasat mata lan alam datan kasat mata. Salah sijine kapercayan kang dikarepake yaiku wong Jawa, mligine kang urip ing tlatah Yogyakarta lan Solo, nganggep lan yakin yen samodra kidul iku awujud karaton kang dikuwasani dening Kangjeng Ratu Kidul. Tumrap wong Jawa kaprah, lire ora duwe pangerten jero babagan filosofi kebatinan Jawa lan uga adoh saka karaton, Kangjeng Ratu Kidul dianggep sawijining titah badan alus kang wujude kayadene manungsa lan nglenggahi dampar keprabon, nyekel pengauwasa ing segara kidul. Lan isih ana panganggep liya kang wusanane mbabar dadi mitos Kangjeng Ratu Kidul.

Ing buku Mitologi Kanjeng Ratu Kidul, anggitane Y Argo Twikromo, weton Nidia Pustaka, 2006, dijlentrehake filosofi-filosofi kang gegayutan kalawan mitos Kangjeng Ratu Kidul. Miturut andharan ing buku iki, mitologi Kangjeng Ratu Kidul pranyata digunakake kanggo pancadan tumrap panguwasa Karaton Kasultanan Ngayogyakarta (lan uga Karaton Surakarta-red) nalika nglakokake paprentahan. Wong Jawa nganggep manawa donya iku isine ana kang asipat wadag, pisik, bisa didulu mata lan donya kang asipat datan kasat mata, alus, ora bisa didulu mata wantah. Ananging ing donyane wong Jawa, kalorone kang asipat kasat mata lan datan kasat mata iku nyawiji dadi siji. Ing nyawijine ngalam kalorone iku kabeh sesambungan kang asipat antarane siji lan sijine padha-padha mbutuhake lan dibutuhake. Wusanane kabeh nggawe alam dadi tumata. Sesambungane manungsa ing alam kodrati (alam nyata, alam kasat mata) ora dibedakake kalawan titah ing alam adikodrati (alam supranatural, alam datan kasat mata).

Yen dipindeng kanthi srana kaca mata antropologis, mitos Kangjeng Ratu Kidul bisa dianggep minangka cultural universal kang disengkuyung dening sawetara laku budaya utawa cultural activities, kayata labuhan, crita rakyat utawa crita Panembahan Senopati, kegiyatan sosial lan kegiatan lelandhesan keyakinan agama lan maneka laku utawa ritual tradhisi liyane. Babagan iku nuduhake lan aweh tuntunan yen yektine kepriye wong Jawa mindeng mitologi Kangjeng Ratu Kidul ora bisa dipisahake saka laku ritual kang ndhasari utawa dadi panjurunge. Laku-laku kang lelandhesan keyakinan ajaran agama kang gegayutan kalawan Kangjeng Ratu Kidul, mujudake gegambaran alam pikiran lan kapercayane wong Jawa. Adhedhasar apa kang diugemi wong Jawa, mitologi Kangjeng Ratu Kidul kang urip ing ngalam pikiran lan kapercayan Jawa, digunakake kanggo sesambungan kalawan alam supranatural. Pangajabe supaya donya iki tetep harmonis, imbang lan tansah kalinton kaslametan lan karahayon. Ing bebrayan Jawa, Kangjeng Ratu Kidul iku ora mung asipat legenda. Tumrap kapercayane saperangan gedhe warga bebrayan Jawa, Kangjeng Ratu Kidul iku ana tenan. Ananging karana anane alam supranatural tumrap wong Jawa ora bisa dijlentrehake, kaprah sinebut suwung awang-awung, ndadekake anane laku-laku kang lelandhesan keyakinan agama kang ancase ngurmati panguwasa alam supranatural, kayadene Kangjeng Ratu Kidul. Ana candhake.

Keyakinan supranatural sarana ngupadi salarase donya saisine

Mitologi Kangjeng Ratu Kidul nuwuhake kapercayan tumrap wong Jawa yen ing segara utawa samodra kidul ana panguwasa kang asipat supranatural, datan kasat mata.

Kapercayan iku bisa didulu saka laku-laku kang asipat lelandhesan keyakinan agama kang dilakoni dening Karaton Ngayogyakarta (apadene Karaton Surakarta) kang ditujokake marang Kangjeng Ratu Kidul. Kanthi laku ritual kang asipat lelandhesan keyakinan agama kang biyasane mapan ing Parangkusuma iku, sacara mistis Karaton bisa mujudake imbang lan tentreme donya. Yektine, tumrap Karaton Ngayogyakarta (lan Karaton Surakarta) ora bakal bisa netepi kuwajibane yen durung bisa mujudake rasa tentrem ing batin tumrap kabeh rakyat. Rasa tentrem ing batin iku bisa kawujud kanthi laku nyedhak marang Gusti Kang Murbeng Dumadi. Kanthi mangkono, maneka rupa laku utawa ritual kang asipat lelandhesan keyakinan agama iku wusanane minangka srana kanggo nggayuh katentreman lan keslametan praja sakrakyate. Ing telenging pikir wong Jawa, raja utawa ratu duwe jejibahan ngayomi rakyate. Karana iku, raja ing Karaton Ngayogyakarta lan Surakarta tansah ngugemi laku kang asipat nyedhak kalawan daya kekuwatan supranatural. Ing bebrayan Jawa, raja iku nyangga godhan yang tanpa wates, mligine kang gegayutan kalawan panguwasane. Sanggan godhan kang asipat tanpa wates iku uga ngandhut tanggung jawab tunggal kang amba kanggo njaga murih donya tetep tumata.

Karana iku, raja kudu pinunjul. Lan tumrap wong Jawa, raja iku dianggep dadi siji-sijine paraga kang bisa mbangun lan njaga sesambungan antarane alam kodrati (kasat mata) lan alam adikodrati (datan kasat mata). Iki kang dadi pawadan ing budaya Jawa raja utawa ratu iku dianggep duwe panguwasa kang tanpa wates lan panguwasane iku ora bisa diatur kanthi cara-cara kang kaprah ing ngalam donya iki. Rakyat dhewe uga duwe pangarep-arep raja utawa ratu bisa ngrampungi sakabehing rubeda kang tuwuh saka alam kanthi srana kekuwatan gaib kang diduweni. Upaya ngugemi mitologi Kangjeng Ratu Kidul iki pranyata ora mung dilakoni dening raja utawa sentana dalem ing Karaton. Para warga bebrayan ing tlatah Yogyakarta (lan Solo) uga duwe cara dhewe kanggo ngugemi keyakinan babagan Kangjeng Ratu Kidul iki. Mitologi Kangjeng Ratu Kidul dadi sarana kanggo tumindak lan nyawiji marang alam. Iku amarga saperangan gedhe warga bebrayan duwe keyakinan religius kang padha, magepokan kalawan mitologi Kangjeng Ratu Kidul. Laku lelandhesan keyakinan agama gegayutan kalawan mitologi Kangjeng Ratu Kidul kang dilakoni warga bebrayan racake ora padha kalawan kang dilakoni pehak Karaton. Ananging kalorone bisa lumaku bareng lan nyawiji kanggo mujudake katentreman ing donya.

Lan ing kabudayane wong Jawa (ing dhudhahan buku iki ateges tlatah Yogyakarta lan Solo-red) Karaton menjila dadi punjere kosmis kang asipat keramat. Sacara mistis dununge Karaton duwe gandheng ceneng rapet kalawan karaton-karaton asipat supranatural kang ana ing sakupenge. Karaton-karaton asipat supranatural iku kayadene Karaton Segara Kidul, Karaton Merapi, Kayangan nDlepih lan Karaton Lawu. Karaton-karaton iku mujudake lima karaton kang asipat keramat lan tansah sesambungan antarane siji lan sijine. Kalimane bisa nyawiji lan mbangun tatanan donya kang tumata. Sesambungan antarane karaton-karaton iku asipat kayadene kulawarga lan sakabat. Wangunan kapercayan bebrayan Jawa kang bisa uga ditegesi agama Jawa, sejatine luwih ngeboti babagan katentreman batin, jumbuhe ngalam kodrati lan adikodrati lan imbang antarane kabeh isining ngalam. Pawadan iki, laku-laku ritual lelandhesan keyakinan agama kang dilakoni gegayutan kalawan mitologi Kangjeng Ratu Kidul digunakake kanggo ngupadi rasa tentrem, jumbuh lan salarase kabeh isining ngalam lan imbange donya saisine.
Baca Selengkapnya >>