Rabu, 13 April 2011

Aoh Karta Hadimadja






Aoh Karta Hadimadja, yang sering menggunakan nama samaran Karlan Hadi ini, lahir di Bandung pada tanggal 15 September 1911. Ia adalah putra seorang patih di Sumedang, Jawa Barat. Meskipun hampir sepertiga masa hidupnya dihabiskannya di luar negeri, Aoh termasuk tokoh sastrawan Indonesia yang patut dicatat dalam sejarah sastra Indonesia (Teeuw, 1978). “Dia sesungguhnya menjadi sebagian dari perkembangan kesusastraan sesudah perang,” demikian tulis Teeuw berikutnya.

Hidup bertahun-tahun di negeri orang ternyata membuat Aoh rindu pada kampung halaman. Pada tahun 1971, setelah lebih kurang dua puluh tahun tinggal di negeri orang (1952--1971), ia kembali ke Indonesia. Namun, belum genap tiga tahun tinggal di Indonesia, Aoh sudah dipanggil oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Pada tanggal 17 Maret 1973, karena penyakit darah tingginya tidak dapat lagi diatasi, Aoh meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan empat orang anak. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum Karet, Jakarta.

Sebagai anak seorang patih, Aoh tentu dapat dengan mudah memasuki sekolah-sekolah Belanda sebagai tempat belajarnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika bahasa asing yang pertama kali dikuasainya adalah bahasa Belanda. Secara formal, pendidikan Aoh memang hanya sampai MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), setingkat SMP saja. Namun, berkat kegemaran membacanya yang besar, ia dapat menyejajarkan dirinya dengan orang-orang yang berpendidikan lebih tinggi daripadanya. Konon, saat ia dirawat di Sanatorium, Cisarua, Bogor (karena penyakit paru-parunya), ia banyak membaca buku-buku sastra dan agama. Buku-buku yang dibaca Aoh tersebut antara lain adalah karya-karya Hamka (Sinar Harapan, 24 Maret 1973).

Setelah penyakit paru-parunya sembuh, Aoh tidak hanya mengenal Hamka melalui buku-hukunya, tetapi langsung dengan orangnya. Ia bahkan tidak hanya bergaul dengan Hamka. Ia juga bergaul dengan ayah Hamka. Melalui dua orang, yang dianggapnya guru, inilah Aoh memperdalam pengetahuannya, baik pengetahuan agama maupun sastra (Kompas, 19 Maret 1973).

Setelah menamatkan MULO, Aoh Iangsung bekerja sebagai pegawai di Perkebunan Parakan, Salak, Sukabumi. Pekerjaan itu dijalaninya sampai dengan tahun 1939, saat ia harus dirawat di Sanatorium, Cisarua, Bogor.

Untuk menambah pengetahuannya di bidang sastra, pada zaman Jepang Aoh menggabungkan diri pada Pusat Kebudayaan di Jakarta. Di Pusat Kebudayaan itu Aoh bekerja sebagai penerjemah kesusastraan Sunda klasik.

Pada tahun 1949--4952 Aoh tinggal di Sumatra untuk melakukan penyelidikan budaya. Sepulangnya dari Sumatra, ia sempat bekerja di Balai Pustaka (sebagai redaktur) selama beberapa bulan. Setelah itu, ia pergi ke Negeri Belanda. Di negeri Kincir Angin itu ia bekerja sebagai penerjemah di Sticusa Amsterdam selama empat tahun (1952--i 956).

Aoh Karta Hadimadja ternyata senang bertualang, terutama dalam hal pekerjaan. Pada tahun 1957 ia pernah menjadi wartawan PIA dan Star Weekly. Bahkan, sempat pula ia menghadiri pesta perayaan kemerdekaan Malaysia di Kuala Lumpur. Setelah itu, ia kembali mengembara ke Eropa. Kali ini ia tinggäl di London dan bekerja sebagai penyiar radio BBC. Pekerjaan tersebut dijalaninya hingga tahun

1970.

Selain pekerjaan tetap sebagai penyiar radio BBC, selama di Eropa Aoh juga pernah mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sastra Indonesia yang kebetulan sedang melawat ke London. Tokoh-tokoh sastra tersebut, antara lain, adalah Hamka, Achdiat K. Mihardja, Sri Nuraini, Muhtar Lubis. dan Nugroho Notosusanto (Kompas. 18 Februari 1971).

Sepulangnya kembali di Indonesia, Aoh bekerja sebagai redaktur di penerbit Pustaka Jaya. Pekerjaan itu dijalaninya hingga akhir hayatnya. 17 Maret 1973.

Bakat kepengarangan Aoh dapat tumbuh dengan subur saat ia dirawat di Sanatorium, Cisanua, Bogor. Ia mempunyai banyak waktu untuk beristirahat sehingga memungkinnya untuk banyak membaca. Ia membaca banyak buku (terutama buku agama dan sastra) mula-mula untuk menghilangkan kebosanan serta ketegangan pikiran. Namun, lama kelamaan menjadi kebutuhan dan bahkan membangkitkan keinginannya untuk menulis.

Awal kepengarangan Aoh ditandai oleh hasil karyanya yang berupa sajak. Sajak-sajak itu kemudian diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1950 dalam satu kumpulan yang diberinya judul Zahra (buku ini pada tahun 1971 dicetak ulang oleh Pustaka Jaya dengan judul baru, Pecahan Ratna). Konon, sebelum dibukukan, sajak-sajak tersebut pernah dimuat dalam majalah Panca Raya pada tahun 1946 dan setahun kemudian (1947) mendapat hadiah dari Balai Pustaka. Rupanya, peristiwa ini pulalah yang membuat Aoh bergairah untuk terus berkarya (Sinar Harapan, 24 Maret 1973).

Selama di London, ternyata Aoh tidak mengendorkan perhatiannya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Dari sana ia banyak mengirimkan esainya tentang berbagai corak puisi penyair­penyair muda yang dimuat di berbagai majalah, seperti Budaya Jaya, Horison, dan Indonesia Raya. Path masa-masa itu pulalah muncul karya Aoh dalam bentuk cerpen, yang kemudian terkumpul dalam Poligami.

Setelah tinggal satu tahun di Indonesia, pada tahun 1972 Aoh mendapat anugerah seni dari Pemerintah Indonesia (Soekardi, 1972). Dan, untuk mengenang jasa-jasanya, sejak tahun 1976 BBC London, Seksi Indonesia, selalu mengadakan sayembara penulisan sajak dengan nama “Sayembara Sajak BBC guna memperingati Aoh Karta Hadimadja”.

Karya Aoh Karta Hadimadja:

a) Yang Sudah Terbit

Karya Fiksi

(1) Pecahan Ratna. Cet. I. Jakarta: Balai Pustaka, 1950. Cet. II, Jakarta: Pustaka Jaya, 1971. Kumpulan sajak dan drama

(2) Poligami (kumpulan cerpen), Jakarta:Pustaka Jaya, 1975

(3) Sepi Terasing (novel), Jakarta:Pustaka Jaya, 1975

(4) Manusia dan Tanahnya (kumpulan cerpen), Jakarta:Balai Pustaka, 1952

(5) Dan Terhamparlah Darat Yang Kuning Laut Yang Biru (novel), Jakarta:Pustaka Jaya, 1975

Karya Nonfiksi

(1) Seni Mengarang, Jakarta:Pustaka Jaya, 1971

(2) Aliran-Aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam

Kesasastraan: Dasar-dasar Perkembangannya,

Jakarta:Pustaka Jaya, 1972

(3) Beberapa Paham Angkatan 1945, Jakarta:Tintamas, 1952

b) Yang belum Terbit

(1) “Arus Perjuangan” (naskah drama)

(2) “Bumiku” (naskah puisi)

(3) “Bunga Merdeka” (naskah drama)

(4) “Kapten Sjah” (naskah drama)

(5) “Pancaran Balik Salaka” (naskah drama)


pusatbahasa.diknas.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar